Tidak Terima Penetapan UMK Kota dan Kabupaten di Banten, Buruh Akan Mogok Kerja

Rabu 01 Des 2021, 17:05 WIB
Presidium Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) Dedi Sudarajat. (foto: Iqbal)

Presidium Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) Dedi Sudarajat. (foto: Iqbal)

TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Tidak menerima keputusan penetapan Upah Minimum Kota atau Kabupaten (UMK) di wilayah Provinsi Banten, ribuan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) akan mogok kerja.

Hal tersebut lantaran mereka menganggap penetapan UMK tidak wajar. Diketahui penetapan UMK di Provinsi Banten 2022 mulai dilakukan Selasa 30 November 2021 kemarin. Dalam putusannya Gubernur Banten Wahidin Halim menaikan beberapa persen UMK di Provinsi Banten. 

Namun rupanya kenaikan ini mendapat banyak penolakan dari kaum buruh.  

Presidium Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) Dedi Sudarajat mengatakan, pihaknya menolak penetapan UMK di Provinsi Banten 2022, karena angka kenaikannya tidak sesuai.

"Kami menolak karena kan kondisi terakhir itu adalah LKS Tripartit Provinsi Banten sudah merekomendasikan satu angka. Ini satu angka sudah disepakati oleh anggota LKS Tripartit yang di dalamnya kan ada pemerintah, Apindo, dan serikat pekerja, sudah sepakat nih angkanya 5,4," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang diterima  Rabu (1/12/2021).

Kata dia ditiga wilayah tidak mengalami kenaikan UMK 2022, yakni Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Pandeglang.

Ketua KSPSI Banten ini menyebut, pihaknya kecewa dengan Gubernur Banten Wahidin Halim lantaran tidak memutuskan penetapan UMK 2022 sesuai dengan rekomendasi Tripartit.

"Kalau disepakati tidak ada masalah, kan bicara upah itu bicara kesepakatan. Nah yang kita kecewa adalah kenapa pak gubernur tidak meng-SK kan 5,4 hasil rekomendasi LKS Tripartit, malah dia menggunakan PP 36," jelasnya.

Dedi menuturkan, pihaknya dibuat bingung dengan kebijakan PP No 36/2021 tentang Pengupahan sebagai produk hukum turunan dari UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Di sisi lain UU Ciptaker dinilai inkonstitusional, tetapi tetap berlaku. Dalam poin 7 putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah diminta untuk menangguhkan kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis yang berdampak luas.

"Upah ini kan berdampak luas, maka sesuai amar putusan MK poin 7 untuk menangguhkan harusnya pemerintah tidak boleh lagi menetapkan aturan-aturan yang berdampak luas dan strategis. Jadi, harusnya pemerintah tidak menggunakan PP 36," jelasnya.

Berita Terkait
News Update