JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Tanggal 1 Desember sebagai hari Kemerdekaan Papua merupakan ilusi belaka sehingga masyarakat jangan ada yang terprovokasi dengan berita negatif tentang provinsi tersebut.
Hal tersebut dikatakan pemerhati Papua dan juga Mantan Duta Besar RI untuk Australia dan RRT, Prof Imron Cotan di Jakarta, Selasa (30/11/2021).
"Pada 1 Desember sebagai hari kemerdekaan Papua adalah ilusi belaka. Tidak ada bukti nyata baik secara teoritis hukum internasional maupun historis tentang hal tersebut," tutur Imron.
Sebab itu, menurut dia masyarakat jangan ada yang terprovokasi dengan berita negatif tentang Papua.
"Mari kita ciptakan kedamaian di tanah Papua untuk generasi mendatang yang maju,"ujarnya.
Dirinya menegaskan berdasarkan konvensi Montevideo tahun 1933 menyebutkan bahwa syarat diakuinya negara adalah memiliki penduduk yang tetap, wilayah tertentu, adanya Pemerintah dan kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain.
Bahkan, lanjutnya, berdasarkan undang-undang sebuah pemerintah daerah tidak bisa melakukan kegiatan yang hanya dilakukan oleh pemerintah pusat.
"Diantaranya: pengamanan, pajak, urusan agama, menjalankan perjanjian atau hubungan internasional. Jadi, dengan UU ini semua terbantahkan," tegasnya.
Imron menambahkan Provinsi Papua adalah bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI.
Solusi menangani separatisme dalam sebuah negara bisa dilakukan dengan soft aprouch dan hard approuch,"paparnya.
Hal senada diungkapkan Dosen Fakultas Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM dan Mantan Lingkar Studi Papua di Inggris Arie Ruhyanto.
Menurutnya, dengan adanya gerakan separatisme di Papua justru menimbulkan masalah diantaranya kasus tindak kekerasan.
Ia mengungkapkan, terjadi peningkatan kasus kekerasan mulai dari tahun 2020 sebanyak 65 kasus, tahun 2021 sebanyak 74 kasus kekerasan.
Sedangkan korban yang meninggal sebanyak 422 orang dengan jumlah 68 % warga sipil.
"Perlu diwaspadai kelompok separatisme ini menlakukan propaganda melalui medsos, media, penulisan akademik, lirik lagu dan lainnya. Adanya kelompok bersenjata di Papua menunjukkan bahwa adanya yang mengorganisir dari luar negeri," paparnya. (johara)