SERANG, POSKOTA.CO.ID - Apapun profesi nya setiap orang pastilah memiliki pengalaman yang paling berkesan dan selalu diingat dalam hidupnya.
Tidak terkecuali pengalaman yang dialami AKBP Shinto Silitonga, Kepala Bidang Humas (Kabidhhumas) Polda Banten yang bangga bisa ungkap kasus menyangkut nyawa banyak orang.
Alumni Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1999 yang besar di dunia reserse ini banyak mengungkap kasus, namun dari deretan kasus-kasus pidana yang pernah dia ungkap, hanya satu kasus yang selalu diingatnya yaitu mengungkap kasus perbudakan di pabrik panci Kampung Bayur Opak, Desa Lebak, Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang.
"Kenapa kasus perbudakan yang selalu saya ingat karena ini persoalan nasib dan nyawa banyak orang. Pelakunya pun divonis cukup tinggi oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang yaitu 11 tahun," ungkap AKBP Shinto Silitonga kepada Poskota.
Pria kelahiran Medan, Sumatera Utara ini menceritakan ketika kasus perbudakan itu mencuat pada pertengahan tahun 2013 lalu, dirinya yang berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Kota Tangerang.
Kasus perbudakan di perusahaan pembuatan panci, kata Shinto, menjadi sorotan publik karena sisi humanismenya tinggi.
Para buruh yang hanya bergaji Rp600 ribu harus bekerja lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika tidak mencapai target, lanjutnya, para pekerja akan disiksa dan dipukul.
"Mereka bekerja mulai jam 05.30 pagi hingga jam 1 malam, dan hanya diberi makan nasi putih, tahu dan tempe. Gajinya pun hanya Rp600 ribu sebulan," kata Alumni Akpol 1999 ini.
Usai bekerja, para pekerja tinggal di sebuah ruangan berukuran 4 meter X 6 meter yang berada di belakang pabrik.
Pada saat kasus perbudakan itu terungkap, ada 7 karyawan yang tinggal dalam ruangan sempit tersebut.
Di dalam ruangan kecil itu terdapat kamar mandi, namun tidak ada ventilasi udara, dan mereka hanya diberi dua tikar yang sudah rusak untuk tidur.