Karena itu, bersama istri, anak serta pihak yang peduli dengan keberadaan musik keroncong, Dr. Soetomo setiap tahun menggelar Lomba Cipt Lagu Keroncong (LCLK), Vokal Keroncong untuk anak-anak, Lomba Vokal Lagu Keroncong Tingkat Nasional antar sekolah dasar dan lainnya.
“Musik keroncong merupakan milik bangsa Indonesia sejak ratusan tahun lalu yang menyatu dengan rasa kelembutan, kesantunan, kehalusan dan keadaban bangsa Indonesia.
Selain itu, penuh nilai luhur, heroik, penuh semangat kepahlawanan,” kata pria yang akrab dipanggil Tom Soetawikarta ini.
Menurutnya, walau musik keroncong terdengar mendayu-dayu, kalem, nyaman dan menyejukan hati, namun selain itu lagu-lagu dan pencipta lagu keroncong menyatu dengan perjuangan bangsa Indonesia.
“Ini berlangsung saat sebelum, berlangsung dan sesudah perang kemerdekaan. Semua tercatat sampai saat ini peran musik keroncong dalam mengisih sejarah perjuangan bangsa. Lagu-lagu keroncong ikut serta aktif berperan dalam memerdekakan negara Indonesia,” kata Soetomo.
Perlu Bantuan Dana Pemerintah
Melegendanya lagu keroncong Bengawan Solo ciptaan Gesang rupanya membuat banyak negara asing iri dan ingin mengakui kalau musik asli Indonesia itu merupakan warisan mereka.
Bahkan ada yang mengaku-ngaku sebagai pencipta lagu Bengawan Solo. Hal ini membuat jiwa Dr.Soetomo melawan.
Upaya pengklaiman lagu Bengawan Solo juga pernah dilakukan oleh Malaysia tepatnya pada tahun 1960.
Bengawan Solo dijiplak oleh negeri jiran itu dan berganti judul menjadi Main Cello.Irama, nada, dan tempo lagu itu sama dengan Bengawan Solo ciptaan Gesang.
Klaim Malaysia itu akhirnya dipatahkan pemerintah dan rakyat Indonesia.
“Begitu juga dengan lagu Jali-Jali dan Rasa Sayange, juga sempat diklaim Malaysia. Pada 2 November 2007 Dr. RH. Soetomo protes keras secara tertulis dan secara langsung kepada Duta Besar Malaysia dengan membacakan pernyataan sikap atas pernyataan Perdana Menteri Malaysia saat itu, Anwar Ismail bahwa lagu tersebut berasal dari Malaysia dan merupakan budaya Malaysia.