BERAPA sih jauhnya Samarinda (Kaltim) – Tuban (Jatim), tak sampai sehari juga sampai. Tapi sejak Bandi, 40, kerja di sana, jarang sekali pulang ke Tuban. Kasun Sugik, 33, diam-diam memanfaatkan, Ny. Titin, 36, dijadikan WIL. Tapi pada kencanan entah yang ke berapa, Bandi berhasil menggerebeknya.
Idealnya, sebuah rumahtangga selalu dalam kendali suami. Itu bisa terpenuhi jika suami istri dan keluarganya hidup dalam satu rumah. Tapi karena demi berburu rejeki, banyak suami yang kerja di luar kota dan kembali ke rumah secara insidentil, bisa 6 bulan sekali, bisa setahun sekali. Dinamika keluarganya hanya dipantau dari jauh. Memangnya bisa? Ya bisalah, buktinya Gubernur Anies Baswedan bisa kendalikan banjir Jakarta dari Surabaya. Pakai remote ngkali ya?
Sudah beberapa tahun ini Bandi bekerja di Samarinda, Kaltim. Tapi selama itu pula dia jarang pulang ke kampungnya di Montong, Tuban. Paling-paling 6 bulan sekali, bahkan setahun. Apakah dia sibuk ikut mempersiapkan IKN (Ibukota Negara) di Penajam sana? Ya enggaklah, memangnya dia itu pejabat pusat setingkat menteri atau Dirjen? Bandi hanya pekerja biasa, di perusahaan kayu lapis. Mungkin nanti triplek-triplek produksinya memang dijadikan plafon di gedung-gedung IKN. Tapi itu baru mungkin.
Soal gaji buat nafkah keluarga memang selalu ditransfer setiap bulan dengan lancar. Tapi kebutuhan seorang ibu rumahtangga kan bukan hanya benggol, tapi bonggol kan juga perlu sekali. Tapi gara-gara suami kerja di Kaltim, Titin hanya dapat pasokan paling 6 bulan atau setahun sekali. Itu pun hanya beberapa saat. Setelah puas “ngetap olie” beberapa hari, Bandi kembali terbang ke Balikpapan lewat Juanda, Surabaya.
Bagaikan tanaman yang jarang disiram, Titin jadi nampak gersang ibaratnya pohon. Kondisi semacam ini rupanya masuk pantauan Kasun Sugik di desanya. Dia tahu persis bahwa Ny. Titin sangat kesepian. Dia butuh siraman air cinta kasih secara rutin, tapi apa daya suami jauh di pulau lain. Dan Sugik sebagai Kasun siap memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) tanpa melalui Kades dan RT-RW.
BLT versi Sugik memang bukan beras 10 Kg, minyak goreng dan terigu, tapi kehangatan malam yang biasa dinikmati kalangan suami istri. Maka ketika situasi sangat terkendali, diam-diam dia ke rumah Ny. Titin. Sebai Kasun yang membawahi daerah Titin, banyak alasan untuk bisa main ke rumahnya. Misalnya saja menanyakan sudah ikut vaksin Covid-19 yang kedua belum? “Kalau belum, apa mau saya “vaksin” sendiri?” kata Sugik dalam hati.
Jika sedang milik, rejeki takkan lari ke mana-mana. Buktinya ketika Sugik main ke rumah Titin sudah pukul 21:00, tetap disambut dengan karpet merah. Maksudnya, diterima dengan ramah, gitu. Keduanya pun bercanda ria. Pukul 22:00 ketika anak-anak Titin sudah tidur, Kasun Sugik mulai agresip memberikan serangan. Omongan Pak Kasun mulai menjurus, sangat bertentangan dengan Permendikbud No. 30/201 yang diterbitkan Menteri Nadiem Makarim. “Tenang aja Bleh, ente kan bukan dosen, dan Titin juga bukan mahasiswi,” kata setan menyemangati Pak Kasun.
Demikinlah, rayuan Pak Kasun memang maut, sehingga malam itu Titin berhasil “divaksin” yang lebih manjur ketimbang Astrazaneca maupun Pfizer. Bila vaksin Covid harus berselang sebulan, Pak Kasun berani kasih “vaksin” pada Ny. Titin seminggu sekali. Sebetulnya Kasun Sugik mau saja kasih “vaksin” tiap hari, tapi takut skandalnya terkuak dengan segera.
Ternyata benar, ada warga yang kemudian mencium Sugik jadi Nakes liar. Dia kasih tahu Bandi, dan diam-diam dia pun pulang untuk menangkap basah pasangan mesum itu. Usahanya tak sia-sia, sebab Bandi berhasil menggerebek ketika Sugik sedang kasih “vaksin” pada istrinya. Awalnya Pak Kasun mencoba kabur, tapi berhasil ditangkap penduduk dan diserahkan ke Polsel Montong. “Kasun kok hobinya ngesun bini orang,” cemooh warga.
Semoga saja Sugik nggak disun mobil ngebut. (GTS)