"Sekitar satu setengah tahun kami bekerja tapi tidak mendapat honor," pungkasnya.
Sejak 2015-2018, sebagai ketua BPD Hafni mengaku tidak mengetahui persis berapa besaran dana desa yang diterimanya dari pemerintah. Mengingat semua itu dipegang dan dikendalikan oleh YS.
Sulit Ditemui
Dirinya juga merasa kesulitan untuk mencari informasi besaran dana itu, sebab YS juga sudah jarang berada di rumah Kepandean.
Karena sulit untuk ditemui, pelayanan masyarakat pun menjadi terganggu. Karena jengkel, masyarakat minta agar kantor desa ditutup saja.
"Pokoknya sejak tahun 2016 itu dia sudah susah dihubungi, di rumahnya juga jarang ada pak. Masyarakat yang keperluannya terganggu jadi jengkel dan meminta agar kantor desa ditutup tapi saya dan staf desa menolak," ungkapnya.
Tonton juga video “Headline Harian Poskota Edisi 27 Oktober 2021”. (youtube/poskota tv)
Kemudian pada sekitar pertengahan 2018, ada temuan terhadap sejumlah pekerjaan yang dibiayai dari dana desa oleh Inspektorat Kabupaten Serang. "Nilainya kalau tidak salah sekitar Rp150 juta," katanya.
Karena dirinya mendapat panggilan dari Inspektorat, ia pun memenuhi panggilan itu dan menjawab apa adanya yang ia tahu. Namun YS selalu tidak hadir meskipun sudah beberapa kali dipanggil.
"Sampai akhirnya kasusnya ditangani oleh pihak kepolisian, saya juga hadir ketika dimintai keterangan polisi. Tapi YS tetap mangkir dan akhirnya ditangkap," ucapnya. (kontributor banten/ rahmat haryono)