JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi momok yang menakutkan bagi warga Jakarta, terutama ketika musim hujan tiba.
Penasehat Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (ASPPHAMI) DKI Jakarta, Zainal Arifin mengatakan, harus ada upaya represif yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait DBD. Salah satunya dengan melakukan pengasapan (fogging) dan larvasida.
“Di RW 02 Cipinang Besar Selatan (CBS), Jakarta Timur sudah ada 2 kasus DBD menyerang anak-anak, dan kini telah ditangani oleh pihak puskesmas,” ujar Zainal, di Jakarta, Minggu (24/10/2021).
Ia menuturkan, pihaknya bersama ahli profesional di bidangnya tengah melakukan bakti sosial berupa fogging dan larvasida di seluruh wilayah Jabodetabek. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah potensi perluasan wabah DBD.
“Kami bersebelahan langsung dengan RW 02 yang ditemukan kasus DBD. Kami tidak ingin kasus meluas. Sedikitnya ada 8 petugas profesional dari PT Turacon Wirasta diterjunkan untuk melakukan pengasapan,” ungkapnya.
Menurut dia, kegiatan tersebut dilakukan atas instruksi dari Ketua DPD ASPPHAMI DKI Jakarta Zulkirman dan Suku Dinas (Sudin) Kesehatan Jakarta Timur.
“Hari ini kami lakukan di RW 01 CBS bersama Ketua RW Bapak Rudi dan pengurus Jumantik. Pengasapan berikutnya seminggu kemudian di RW 02,” bebernya.
Tonton juga video "Tonton juga video "Terekam CCTV Pencurian Motor setelah Ditinggal Sebentar oleh Pemilik". (youtube/poskota tv)
Lebih jauh dia mengatakan, peningkatan kewaspadaan terhadap nyamuk DBD sebagai bentuk peringatan Hari Nyamuk Nusantara pada 22 Oktober kemarin. Dan terus meningkatkan kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.
“Kami lihat perhatian pemerintah pusat dan daerah untuk pencegahan DBD dan malaria masih sangat kecil. Terutama, alokasi anggaran untuk tindakan represif (pengasapan dan larvasida),” terangnya.
Ia berharap, pemerintah jangan hanya fokus pada penanganan kasus Covid-19 dan abai terhadap kasus DBD dan malaria. Sebab, kasus tersebut juga banyak memakan korban jiwa di Indonesia.
“Tidak saja di Jakarta, daerah endemi malaria seperti Purworejo juga alokasi anggaran untuk pencegahan secara represif masih sangat minim,” imbuhnya.