"Komplek dia itu rame sekali seperti jalanan raya umum seperti itu, dia merasa terganggu dia kan sudah menghuni daerah situ sudah 20 tahunan lebih dia merasa terganggu," ujarnya dikonfirmasi Selasa (5/10/2021).
Menurut Oktavianus, ada kurang lebih 10 warga yang menyurati ke kantor Walikota karena merasa terganggu jalanan di depan rumah mereka menimbulkan kebisingan akibat kendaraan lalu lalang.
Hartono bersama warga lainnya menyurati keluhan tersebut ke kantor Walikota Jakarta Barat pada Bulan Februari 2021 lalu.
"Setelah surat itu muncul, sejumlah orang ada ketua RT, ada oknum Kelurahan, ada warga yang seolah-olah berdemo, berteriak-teriak memaksa masuk gitu," jelasnya.
Warga yang berdemo itu menuntut agar Hartono di usir dan segera pergi dari komplek perumahan tempat ia tinggal.
Bahkan warga melalui tulisan di spanduk meminta agar Hartono tinggal di hutan jika tidak mau bersosialisasi dengan tetangga dan warga.
Dikatakan Oktavianus, pihaknya mendapatkan saran dari penyidik kepolisian agar segera melakukan mediasi dengan warga sekitar yang nenuntut.
"Sudah sempet dimediasi tapi sebagaimana pihak pelapor kita kan yang menunggu mereka ini bagaimana, ga mungkin kita lapor ga mungkin dong kita minta damai kan kita korban secara psikologis kan kita sudah di rugikan lebih dahulu, kita menunggu efek dari mereka selama ini ya tidak ada, perwakilan terlapor," paparnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono membenarkan adanya kejadian perseteruan antar warga komplek tersebut.
"Itu kalau ga salah orangnya komplain, karena jalan, kan itu jalan umum kan, terus dia komplain ke RT RW kalau gasalah, kemudian lapor ke camat lurah, ke kelurahan terus camat kalo gasalah," tuturnya saat dikonfirmasi.
Joko mengatakan, saat itu warga yang menuntut mencoba mengajak mediasi. Namun Hartono tidak mau keluar dari rumah.
Kemudian, warga yang memasang spanduk di depan rumah Hartono menggunakan kardus bekas.