Pembunuh Profesional

Rabu 06 Okt 2021, 06:21 WIB
Kasus pembunuhan Ibu dan Anak di Subang. (ist)

Kasus pembunuhan Ibu dan Anak di Subang. (ist)

Oleh Ilham Tanjung, Wartawan Poskota

PELAKU pembunuh Ibu dan Anak di Subang, Jawa Barat hingga kini masih misteri. Polda Jawa Barat dibantu Bareskrim Polri masih kesulitan mengungkap siapa pelaku pembunuh sebenarnya. Korban, Tuti Suhartini (55) bersama anaknya Amalia Mustika Ratu (24) dibantai secara sadis di rumahnya, pada Kamis 18 Agustus 2021.

Kepala dan tubuh korban berlumuran darah dihajar benda tumpul berupa kayu cucian dan tusukan pisau stainles. Bercak darah dan barang bukti bisa ditemukan di lokasi, namun kenapa polisi belum bisa membuktikannya ? Alasannya kasus yang ditangani sangat kompleks. Artinya, polisi kesulitan mencari alat bukti di lokasi, salah satunya sidik jari dari sang pelaku.

Karena itu, pelaku diduga lebih dari satu ini mengerti dan paham betul untuk menghilangkan jejak di lokasi pembantaian. Sehingga penyidik harus mengungkap tersangka dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Hal tersebut harus didukung alat bukti yang berhubungan dengan kejadian tersebut.

Menurut petugas usai menghabisi nyawa kedua korban, jenazahnya dibersihkan di kamar mandi untuk menghilangkan jejak, sebelum mayatnya ditumpuk di mobil Alphard tanpa busana. Sidik jari yang seharusnya bisa mengungkap kasus ini justru bersih di lokasi pembantaian di Dusun Ciseuti, Desa Jalancagak, Kabupaten Subang, Jabar.

Tim Indonesia Automatic Fingerprint (Inafis) dan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) yang ahli menganalisa dan mengidentifikasi masih kesulitan merekam jejak pembunuh. Begitu juga dengan tes kebohongan (lie detector) suami korban, Yosef dan istri mudanya, Mimin belum maksimal. Termasuk pemeriksaan saksi lainnya Yoris (34), anak dari istri muda Yosef.

Pembunuh seperti ini biasanya seorang profesional karena alat bukti hingga sidik jari sulit ditemukan di lokasi. Jika pelaku mampu menghilangkan sidik jari di tempat kejadian perkara (TKP) kemungkinan besar ia mengetahui tentang forensik seperti yang dimiliki aparat.

Karena itu, kepolisian tidak punya pilihan lain selain kembali melakukan olah TKP dan autopsi ulang jenazah yang sudah terkubur selama 45 hari itu. Tim Inafis Polri mengambil sampel dari jenazah yang sudah membusuk untuk di analisa di Puslabfor.

Keluarga korban dan publik berharap banyak kepolisian bisa segera mengungkap otak dibalik kasus tersebut. Dan bukan terjebak pada berita paranormal di media sosial (medsos) yang menyebutkan langsung pelakunya.

Pengungkapan kasus memang ditentukan dari oleh TKP awal. Jika olah TKP rusak dipastikan petugas kesulitan melakukan penyidikan. Seperti kasus tewasnya mahasiswa UI, Aksyena Ahad Dori (19) di Danau Kenanga, Depok, Jabar.

Karena itu, di tengah minimnya alat bukti ada baiknya pihak kepolisian membuka layanan Hotline. Hotline tersebut dibuka agar polisi bisa mendapatkan informasi tambahan dari masyarakat berkaitan dengan kasus tersebut. 

News Update