Dia lalu ingat kata-kata mubaligh sejuta umat KH Zainuddin MZ, “Masih banyak janda perlu disantuni!”
Tapi sayangnya Harsidin ini rupanya penderita THT juga. Saking budegnya, kata “disantuni” dengarnya digauli. Dasar kuping koplak mau jadi tukang cemplak.
Maka dia jadi anggotanya dengan nama berganti-ganti, dari Reski, Ferizal, Helski, Roni, sampai Jayadi.
Dia pilih janda-janda cantik dan mapan, dengan target nantinya bila diajak berhoho hihi langsung mapan (siap melayani).
Kemudian dengan modal mobil rental, dia mendekati satu persatu dengan mengaku bekerja di perusahaan olie yang bonavid dan kebal Covid.
Melihat tampang Harsidin yang ganteng bak pemain sinetron sejuta episod, sijanda langsung terpesona.
Ketika sudah akrab, dimintai duit dengan modal usaha, mau saja. Soalnya, selain santun dan seiman, Harsidin ini memang ahli menata kata.
Maka si janda ini setelah kena benggolnya dapat pula bonggolnya. Sebab Harsidin suka mengancam, “Jika tak mau saya gauli, uangmu tak saya kembalikan.”
Celakanya, setelah dapat uang dan kenyang menikmati janda gurih kayak lompia, tahu-tahu Harisidin menghilang. Si janda kehilangan jejak.
Tapi mau lapor polisi juga malu, masak janda dari kota bolang-baling, kok lapor polisi hanya urusan “baling-baling” kaum lelaki. Apa kata dunia?
Maka biar sangat menyakitkan luar dalam, si janda itu hanya diam saja. Paling-paling dia pasrah sambil membatin, “Ya wislah, kacek klerek karo sedherek (rugi sedikit nggak papa, sama temen ini).
Tapi seorang janda muda nan cantik dari Pedurungan, beda dengan janda-janda cantik lainya.
Dia lapor ke Polrestabes Semarang bahwa kehilangan aset luar dalam ditipu oleh Harsidin yang mengaku nama sebagai Jayadi.
Polisi menindaklanjuti laporan itu dan berhasilah ditangkap si cowok ganteng itu.