Dari sinilah terbesit membangun sebuah objek wisata yang diharapkan mampu mendongkrak kunjungan wisatawan yang nantinya mampu meningkatkan kesejahteraan warga. Di tahun 2018 terwujudlah objek wisata Taman Ghanjaran.
Pembangunan Taman Ghanjaran sendiri melibatkan semua warga Ketapanrame. Semua kepala keluarga dikumpulkan oleh Zainul Arifin untuk berembug, bagaimana mengembangkan obyek wisata Taman Ghanjaran ini. “Dikembangkan seperti apa dan lainnya,” kata dia.
Akhirnya disepakati dalam pembangunan Taman Ghanjaran didanai dari urunan warga atau mengumpulkan dana investasi setiap KK untuk membuat wahana wisata di Taman Ghanjaran.
“Tetapi tidak semua bisa ikut. Karena tiap KK punya problem berbeda, akhirnya hanya sekitar 400 KK yang mau atau kurang dari separuh. Masing-masing berinvestasi maksimal Rp 10 juta dan terkumpul dana Rp 4 miliar,” kata Zainul.

Wisata Taman Ghanjaran objek wisata andalan Desa Ketapanrame untuk menarik wisatawan. (ist)
Investasi warga itu dilakukan per Juni 2020, saat pandemi virus Covid-19 masih “berkuasa”. Hanya dengan tekad bulat dan keyakinan tinggi, mereka pun menjalankan usaha itu. Dan ternyata hasilnya mulai bisa dirasakan. Warga yang menjadi investor mendapatkan 10 persen di setiap keuntungan wahana. “Ya alhamdulilah, mereka kini bisa merasakan. Minimal ada pemasukan lain,” tuturnya.
Adanya wahana wisata pun terbukti mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Ketapanrame. “Adanya Taman Ghanjaran kunjungan wisatawan melesat pada tahun 2020 menjadi 20.000 hingga 30.000 pengunjung setiap bulannya,” ungkap Zainul Arifin.
Dalam beberapa tahun Taman Ghanjaran telah menjadi menjadi daya tarik wisata di kawasan Trawas. Tren pemasukan pun cenderung naik. Setidaknya Rp25 juta perhari. Bahkan pada Bulan Agustus lalu mendapatkan pemasukan sebesar Rp1,3 miliar.
Sekitar 10 persen atau Rp130 juta masuk ke kas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dari awal tahun hingga November 2020, SHU BUMDes sudah mencapai angka Rp1,7 miliar. Tahun 2019 SHU-nya Rp1,2 miliar, yang berarti ada peningkatan signifikan.
Berdasarkan pengalaman keberhasilan Taman Ghanjaran dari masukan warga, dikembangkan objek wisata dengan memanfaatkan tanah kas desa dengan membangun wisata alam Sawah Teras Siring. Di mana dengan nantinya berbagai wisata alam dan kuliner tersaji di tempat.
“Pada objek wisata Sawah Teras Siring ini Astra mendukung dengan menyediakan berbagai peralatan dan perlengkapan serta ornamen warung untuk wisata kuliner di Sawah Teras Siring,” ucap Zainul.
Kepemilikan BUMDes
Selain peran swasta, berbagai prestasi yang diraih Desa Ketapanrame tak lepas berkat keunggulan dan kepemilikan BUMDes atau Badan Usaha Milik Desa. Bahkan keberadaan BUMDes di desa tersebut lahir sebelum pemberlakuan Undang-Undang Desa.
BUMDes Ketapanrame yang kala itu berdiri Tahun 2001 dan secara legal formal diakui pemerintah adalah embrio dari BUMDes yang ada dan berkembang saat ini. Dikatakannya, ada empat unit usaha garapan yang dinaungi BUMDes Ketapanrame yakni Unit BPAM (Badan Pengelola Air Minum) ‘Tirto Tentrem’, kemudian Unit Kebersihan Lingkungan, Unit Simpan Pinjam dan Unit Pariwisata. “Yang cukup eksis adalah pengelolaan air minum dan pariwisata,” imbuhnya.
Beragam Prestasi
Dari berbagai apa yang dicapai sangatlah wajar bila Desa Ketapanrame mampu merengkuh berbagai prestasi. Contohnya menjadi juara I BUMDes tingkat Jawa Timur Tahun 2020, juara I tingkat nasional Desa Sejahtera Astra (DSA) Tahun 2020 dan capaian-capaian lain sebelumnya, antara lain meraih terbaik IV tingkat nasional lomba gotong royong tahun 2019.

Kepala Desa Ketapanrame, H Zainul Arifin SE menerima penghargaan juara I BUMDes tingkat Jawa Timur Tahun 2020 dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. (ist)