Terkait Dugaan Pungli di Kota Tangerang, Peneliti Kebijakan Publik: Pemberian Sanksi Terhadap Oknum Terlalu Lamban

Kamis 02 Sep 2021, 16:17 WIB
Salah satu korban pungli yang terjadi di Kota Tangerang. (foto: Iqbal)

Salah satu korban pungli yang terjadi di Kota Tangerang. (foto: Iqbal)

TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Terkait adanya dugaan pungutan liar (Pungli) di Kota Tangerang Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) menganggap kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) belum maksimal. 

Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro mencontohkan Pungli yang dilakukan oleh mantan lurah Paninggilan Utara Thamrin, Kecamatan Ciledug beberapa waktu lalu.

Thamrin meminta uang untuk tanda tangan hak ahli waris kepada warganya.

"Terdapat 7.764 Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Tangerang. Mulai dari jenjang pendidikan SD hingga Doktor. Gambaran secara profile (ASN) sehat tapi kenapa ada kasus pungli ini," ujarnya saat dihubungi Poskota, Kamis (2/9/2021). 

Menurut Riko pemberian sanksi terhadap oknum tersebut terbilang lamban. Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Displin PNS telah jelas mengatur mekanisme pemberian sanksi. 

"Jadi tidak perlulah inspektorat berlama-lama memberikan sanksi. Jangan sampai wasit ikut bermain. tidak ada alasan apapun bagi ASN untuk melakukan pungli. Karena, para ASN telah menerima bayaran dari masyarajat melalui pajak," tegasnya. 

Kata dia, masyarakat bisa melaporkan jika menemukan adanya pungli ditempat tinggal mereka. Yakni melalui, pelaporan ke Ombudsman, situs www.lapor.go.id ataupun media sosial. 

Sementara itu Ketua DPD PKS Kota Tangerang Arief Wibowo menuturkan zaman sekarang rakyat memiliki kekuatan. Maka seharusnya rakyat yang dilayani oleh penguasanya.

"Tapi budaya pemerintahan saat ini masih menjalankan konsep veodalisme. Dimana orang yang memiliki power atau harus dilayani," katanya. 

"Apa buktinya? Coba saja lihat fasilitas pejabat seperti apa. Jadi orang yang mendapat kekuasaan dari negara itu berarti dia harus dapat fasilitas, gaji, layanan yang sejalan dengan kekuasaan yang dipegang," lanjutnya. 

Dia mengungkapkan, reformasi ASN seharusnya dilakukan mulai dari sistem perekrutan. Dimana tingkah laku dan gairah dalam melayani masyarakat menjadi penilaian penting. 

Berita Terkait
News Update