Regulasi Ketenaganukliran Mendesak untuk Diperkuat

Senin 30 Agu 2021, 00:50 WIB
Webinar "Penguatan Regulasi Dalam Rangka Optimalisasi Ketenaganukliran Menuju Indonesia Emas 2045". (foto: ist)

Webinar "Penguatan Regulasi Dalam Rangka Optimalisasi Ketenaganukliran Menuju Indonesia Emas 2045". (foto: ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pemanfaatan dan pengawasan teknologi nuklir. Sampai saat ini Indonesia memiliki tiga reaktor nuklir riset yang dioperasikan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

Ketiga reaktor nuklir riset itu yakni Reaktor Triga 2000 di Bandung (beroperasi sejak tahun 1965),  Reaktor Kartini di Yogyakarta (beroperasi sejak 1974), dan Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy di Serpong (reaktor nuklir dengan daya 30 MW, terbesar di Asia Tenggara, beroperasi sejak 1987).

Ketiga reaktor nuklir riset tersebut sudah beroperasi secara selamat selama puluhan tahun, hal ini menunjukkan keandalan pakar nuklir Indonesia sudah seharusnya tidak perlu diragukan lagi.

Dalam kancah internasional, Indonesia sendiri pada 1967 dikenal sebagai salah satu negara pendiri International Atomic Energy Agency (IAEA), organisasi internasional yang mengurusi ketenaganukliran. Sudah banyak pakar nuklir Indonesia berperan aktif dalam misi-misi internasional.

Dengan sejarah panjang tersebut, ketenaganukliran di Indonesia masih dirasa kurang dimanfaatkan dengan optimal.

Dalam bidang energi, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, nuklir masih diposisikan sebagai opsi terakhir.

Sampai dengan saat ini, juga belum ada peta jalan yang jelas dan kebijakan resmi dari pemerintah kapan Indonesia akan Go-Nuclear. Demikian juga dengan pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang-bidang lain, bisa dikatakan hasil penelitian yang dilakukan para peneliti BATAN, hampir tidak pernah dapat dihilirisasi ke sektor industri masal, sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. 

Berangkat dari keprihatinan tersebut, Asosiasi Profesi Nuklir Indonesia (APRONUKI) mengadakan webinar bertema “Penguatan Regulasi Dalam Rangka Optimalisasi Ketenaganukliran Menuju Indonesia Emas 2045.”

Webinar ini menghadirkan pembicara Akademisi Hukum yaitu Intan Soeparna dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Advokat Dhoni Martien, dan pakar teknologi nuklir Widi Setiawan, serta dibuka oleh Staf Ahli Bidang IPTEK Dewan Ketahanan Nasional, Hendri Firman WIndarto.

Ketua APRONUKI, Besar Winarto dalam sambutannya menjelaskan Kondisi Hukum kita cenderung memberi peluang bagi penyelenggara negara memungkinkan jadi ego sektoral. UU bukan milik negara tapi jadi milik Kementerian, ini berakibat kurangnya koordinasi.

Nuklir pada dasarnya bersifat multi sektoral, berada sebagai pendukung penting bagi masing-masing sektor pembangunan, ini ikut terseret jadi ego sektoral dan hal ini berakibat nuklir belum mendapat tempat, ruang dan waktu. 

Berita Terkait
News Update