Jati Diri Bangsa

Sabtu 28 Agu 2021, 07:00 WIB
Logo Suara Kebangsaan.

Logo Suara Kebangsaan.

Oleh: Hasto Kristiyanto

INDONESIA sungguh beruntung. Jauh sebelum Indonesia merdeka, para pendiri bangsa, khususnya Bung Karno telah memikirkan secara matang, konsepsi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan kultur bangsa. Kultur berperan penting bagi terwujudnya kohesivitas bangsa ketika menghadapi konflik.

Kultur dipengaruhi oleh aspek geografi. Geografi negara kepulauan akan membentuk corak kultur yang berbeda dengan negara benua. Geografi sebagai faktor permanen juga memengaruhi tata nilai. Secara sederhana, masyarakat di pantai memiliki tata nilai yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pegunungan. 

Setiap bangsa, atas perbedaan posisi geografisnya, memiliki sejarah yang juga berbeda. Sejarah membentuk nilai, filsafat, cara pandang dan juga konsepsi tentang masa depan.

Dari sejarah pula, dipelajari bahwa faktor geografis ikut memengaruhi politik. Sebaliknya, politik juga memengaruhi cara pandang bagaimana menggunakan letak geografis suatu bangsa dalam posisinya terhadap dunia. Inilah yang kemudian sering disebut dengan geopolitik.

Hebatnya, Bung Karno telah memasukkan seluruh aspek sejarah, nilai, filsafat, geopolitik dan cara pandang bangsa Indonesia dalam rumusan yang sangat membumi dan visioner, yakni Pancasila.

Tidak heran karena kontribusinya yang begitu besar bagi Indonesia dan peradaban dunia, oleh Betrand Russel seorang filsuf besar dari Inggris Raya, Bung Karno disebut sebagai the great thinker from the east.

Pancasila dengan demikian bisa disebut sebagai kristalisasi jati diri bangsa. Berbagai nilai-nilai yang hidup dan memengaruhi karakter bangsa seperti gotong royong, sikap welas asih, musyawarah, toleransi dalam keberagaman dapat dipadukan dengan rasa cinta pada tanah air, dan patriotisme hingga lahirlah sesanti kehidupan berbangsa dan bernegara: Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi sikap hidup keberagaman namun menyatukan. Itulah jati diri bangsa.

Jati diri bangsa membentuk benteng kultural yang penting perannya sebagai basis kehidupan demokrasi Indonesia. Jati diri bangsa menjadi landasan etis, bahkan jalan menyelesaikan konflik melalui musyawarah dan gotong royong. Hal inilah yang praktis belum ditemukan di daerah konflik seperti Irak, Sudan, Afganistan, dll.

Konflik di Timur Tengah hingga Afganistan bisa dijadikan contoh. Konflik tak kunjung usai ketika mazhab agama ataupun berbagai hal yang berbau sektarian sebagai pangkal.

Konflik tidak hanya merusak peradaban. Konflik yang terjadi juga menggelapkan seluruh wajah kemanusiaan, tidak hanya di daerah konflik, namun juga bagi wajah kemanusiaan universal.

News Update