SERANG, POSKOTA.CO.ID - Satu dari lima tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah pondok pesantren (Ponpes) tahun anggaran 2018 dan 2020 di Provinsi Banten, baru mengembalikan uang Rp8 juta dari nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp 70 miliar.
Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Ivan Hebron Siahaan membenarkan jika sudah ada titipan pengembalian uang dari salah satu tersangka kasus hibah Ponpes.
Nilainya jauh dari nilai kerugian keuangan negara hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Banten.
"Sudah ada pengembalian sebesar Rp8 juta dari satu tersangka. Tidak usah disebutkan tersangka yang telah mengembalikan uang tersebut. Diserahkan ke kami saat penyidikan," katanya kepada wartawan di kantornya, Kamis (19/8/2021).
Diketahui kelima orang tersangka yaitu mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Banten Irvan Santoso, Ketua tim evaluasi penyaluran hibah Ponpes Toton Suriawinata, AS pengurus salah satu Ponpes penerima bantuan hibah, AG honorer di Kesra Provinsi Banten dan ES dari pihak swasta.
Ivan juga masih enggan menjelaskan kemana saja aliran uang temuan kerugian negara Rp70 miliar tersebut. Pihaknya memastikan akan membongkar seluruhnya pada saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Serang.
"Nanti kita ungkap dipersidangan. Sekarang kita masih menyusun dakwaan, mudah-mudah pekan depan sudah dilimpahkan ke Pengadilan," jelasnya.
Ivan menegaskan kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan, Pasal 3 jo Pasal 18 UU yang sama.
Untuk diketahui, untuk mengungkap kasus korupsi hibah Ponpes ini, tim penyidik Pidsus dan Intel Kejati Banten telah memeriksa ratusan saksi, atas dugaan korupsi dana hibah Ponpes tahun 2018 senilai Rp 66,280 miliar dan tahun 2020 sebesar Rp 117 miliar.
Dari pemeriksaan terhadap beberapa Ponpes penerima bantuan. Ada dua modus yang dilakukan dalam tindak pidana korupsi ini.
Pertama yaitu pesantren fiktif seolah penerima bantuan padahal penadah. Kedua penyaluran (bantuan) lewat rekening tapi begitu sudah sampai cair masuk ke rekening pondok tapi diminta kembali, untuk di potong.