SEMAKIN hari semakin serem, ya? Bayangkan saja itu orang-orang kok pada ‘berantem’ terus di media sosial.
Sebegitu mudahnya orang saling ejek, mengeluarkan kata-kata kasar, yang nggak pantas diucapkan secara bebas apalagi diekspos secara luas.
Karena kata-kata yang hanya pantas dilakukan oleh para preman jalanan.
Tapi, sayang ucapan yang nggak elok itu keluar dari mulut sebagian para elite, politikus, cendikiawan, orang berpendidikan bahkan pejabat.
Lihat saja, ada gubernur yang dikatain bodoh dan edan. Tentu saja ini mengundang reaksi, dari orang lain, atau sekaligus membela sang gubernur.
Tentu saja, suasana jadi makin runyam, makin gaduh. Ya, jangankan gubernur, orang biasa saja kayaknya bakalan nggak terima dikatain kayak gitu.
Masih banyak kasus serupa, orang menyerang lawan politiknya. Pokoknya nggak beda dengan anak-anak yang lagi barantem sesama kawannya.
Main kata-kataan kasar, yang nggak enak didengar dan bikin kuping panas.
Sayang sekali, mereka yang seharusnya bisa jadi contoh dan panutan masyarakat luas tapi ternyata gaya kata-kata, ucapannya nggak enak didengar.
Bahwa mereka saling hujat menghujat silakan saja, apalagi berdebat demi kebaikan?
Tapi, apakah nggak bisa memilih kata yang santun dan baik untuk ‘menghajar’ lawan, kan banyak yang lembut.