Menanti UU Perlindungan Data Pribadi

Sabtu 14 Agu 2021, 06:00 WIB
Tangkapan layar teror oleh perusahaan Pinjol melalui pesan WhatsApp, yang menampilkan foto wanita telanjang disandingkan dengan foto PDY dengan keterangan 'OPEN BO+ YUK JAPRIII..!!!!. (ist)

Tangkapan layar teror oleh perusahaan Pinjol melalui pesan WhatsApp, yang menampilkan foto wanita telanjang disandingkan dengan foto PDY dengan keterangan 'OPEN BO+ YUK JAPRIII..!!!!. (ist)

Oleh Tatang Suherman, Wartawan Poskota

HAMPIR setiap hari, selalu ada saja korban pinjaman online (pinjol). Jauh panggang dari pada api, janji yang disampaikan para pelaku pinjaman online sebelum terjadi transaksi sangat berbeda dengan setelah terjadi transaksi peminjaman.

Bumbu yang indah dikemas dalam komunikasi marketing. Bagi yang lagi kesulitan uang apalagi dalam masa pandemi, tawaran itu sangat menggiurkan. Tetapi ujung-ujungnya sangat menyedihkan karena para korban terlilit bunga berkali lipat. Saat jatuh tempo para penagih pun berubah kasar sampai meneror para peminjam.

Menurut data dari salah satu organisasi nirlaba yang fokus mengadvokasi korban penagihan utang pinjaman online, dalam sebulan pihaknya menerima 1.330 pengaduan dari masyarakat. Rata-rata para pengadu adalah korban para kolektor yang menagih tanpa etika yakni teror, intimidasi sampai pelecehan.

Biasanya para pelaku yang menagih dengan cara seperti itu adalah pinjol-pinjol ilegal. Perusahaan yang lebih mengedepankan gaya preman tersebut umumnya memiliki aplikasi turunan sampai 7-10 aplikasi.

Jumlah pinjol ilegal ini bisa sampai ratusan. Jauh dibanding pinjol resmi yang tercatat di OJK. Menurut informasi, pinjol yang terdaftar di OJK tidak lebih dari 125 pinjol. Jumlah penyaluran pinjaman secara nasional dari sejak berdiri hingga Desember 2020 tahun lalu saja sudah tembus Rp 155,9 triliun atau 91,3% dibanding tahun sebelumnya.

Jumlah penyaluran dana dari perusahaan ilegal diduga lebih besar lagi. Para korbannya pun setiap hari terus meningkat. Pertanyaannya, akankah para korban pinjaman online akan dibiarkan terus bertambah?

Selain teror dengan kata-kata, para penagih banyak yang melanggar dengan cara menyebar foto para peminjam di media sosial. Celakanya foto tersebut dibumbui dengan foto vulgar seperti foto telanjang. Tujuannya adalah untuk mempermalukan para penunggak.

Salah satu upaya penangkalnya adalah sesegera mungkin meloloskan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi. Undang-Undang ini penting karena amanat dari Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuai yang merupakan hak asasi.”

Para wakil rakyat di gedung DPR yang sudah cukup lama menggodok undang undang ini diharapkan segera mengesyahkan. Sebab tanpa payung hukum, para pinjol akan terus melakukan penagihan dengan mengesampingkan etika.*

Berita Terkait

5 Tips Melindungi Data Pribadi

Rabu 25 Agu 2021, 16:40 WIB
undefined
News Update