Buku 

Sabtu 14 Agu 2021, 06:00 WIB

Oleh: Hasto Kristiyanto

PARA pendiri bangsa telah menampilkan tradisi kepemimpinan negarawan sekaligus pembelajar yang baik. Mereka bergulat dengan berbagai teori, berlomba menguasai ilmu pengetahuan kemudian melakukan sintesa serta pembumian bagi kepentingan kemerdekaan bangsa.

Mereka dengan lantang melakukan koreksi atas teori politik John Locke, JJ Rousseau juga Montesquieu yang dikatakan kuno karena hanya berbicara tentang demokrasi politik tanpa bicara tentang demokrasi ekonomi.

Para pendiri bangsa tersebut begitu tekun berdialog dengan pemimpin-pemimpin dunia melalui buku.

 

Ilustrasi : Bung Karno-Bung Hatta

Mereka mengembara ke seluruh alam pikir yang memengaruhi peradaban dunia dengan menggunakan buku.

Buku menjadi jendela bagi luasnya cakrawala pengetahuan yang melahirkan teori perjuangan bagi Indonesia merdeka.

Kuatnya tradisi menbaca Bung Karno dan Bung Hatta itulah yang mewarnai webinar dalam Pekan Bung Hatta yang dilakukan oleh Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan.

Megawati Soekarnoputri dan Meutia Hatta menjadi saksi kuatnya tradisi kepemimpinan dan sekaligus semangat pembelajaran penuh ketekunan.

Hebatnya, selain menampilkan tradisi sebagai pembelajar, Bung Karno dan Bung Hatta juga rajin turun ke bawah, melihat realitas hidup di tengah rakyat, memahami seluruh suasana kebatinan rakyat, yang kemudian diformulasikan dalam cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Dengan tradisi membaca yang begitu kuat, para pemimpin bangsa menunjukkan pentingnya kepemimpinan intelektual. Dengan kepemimpinan ini, mereka memiliki daya imajinasi atas masa depan.

Mereka mampu meyakinkan rakyat tentang pentingnya kesadaran kebangsaaan, sebagai syarat hadirnya persatuan. Di situlah, inspirasi dan wawasan yang diperoleh melalui buku, melahirkan visi. Visi dijabarkan dalam tulisan. Tulisan memerkuat kesadaran. Kesadaran membangunkan semangat. Semangat melahirkan energi perjuangan.

News Update