Terungkap! Ini Penyebab Pemerintah Sembunyikan Angka Kematian Pasien Covid-19, Dianggap Tak Masuk Akal?

Jumat 13 Agu 2021, 17:53 WIB
Proses pemakaman jenazah COVID-19 di TPU Padurenan, Mustikajaya, Bantargebang, Kota Bekasi (foto: cr02)

Proses pemakaman jenazah COVID-19 di TPU Padurenan, Mustikajaya, Bantargebang, Kota Bekasi (foto: cr02)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang masih terus bertambah, pemerintah memutuskan untuk menyembunyikan indikator angka kematian.

Hal itu dibenarkan oleh Menko Maritim dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Panjaitan, jika pemerintah telah mengeluarkan indikator kematian, Senin (9/8/2021).

Menurut Luhut, indikator kematian dianggap menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian level PPKM karena banyak input data yang tidak update dari berbagai daerah.

Selain itu dihilangkannya laporan angka kematian juga karena ada kesalahan input data dalam beberapa pekan terakhir.

Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G.Plate juga menyebut pemerintah sedang memperbaiki data angka kematian Covid-19 di Indonesia karena terdapat sejumlah catatan yang belum sesuai dengan kondisi di lapangan.

"Pemerintah tidak menghapus atau meniadakan angka kematian dari penilaian level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G.Plate, Kamis siang (12/8/2021).

Johnny mengatakan pemerintah terus bekerja keras melakukan harmonisasi dan validasi data dari lapangan, terkait indikator yang digunakan untuk penilaian level PPKM.

Diketahui terdapat tiga indikator dasar yang digunakan dalam penetapan level PPKM suatu daerah, yaitu laju penularan, positivity rate, serta angka kematian.

Ia mengatakan pemerintah memutuskan untuk memperbaiki data tersebut dengan cara memilah data kematian real time pada hari terjadinya kematian pasien yang saat ini terakumulasi pada data kematian di pemerintah pusat.

Terkait hal itu, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati mengatakan angka kematian adalah satu data penting dalam menakar sejauh mana kebijakan penanganan Pandemi Covid-19 berjalan.

“Kalau memakai logika pemerintah karena salah input data, khawatirnya semua indikator punya peluang dihilangkan. Misalnya angka positive rate, BOR dan angka testing yang menjadi standar WHO. Alasan input data menjadi tidak masuk akal karena kebijakan kita di semua lini kerap bermasalah soal data,” kata Mufida dalam keterangannya, Kamis (12/8/2021).

Lebih lanjut, Mufida menambahkan, bila data kematian dihilangkan bisa mengurangi kewaspadaan publik akan ancaman dan bahaya Covid-19. (cr09)

Berita Terkait
News Update