SUNGGUH tragis nasib Hirlan, 40, dari Kalbar ini. Baru iseng-iseng jadi pebinor, sudah ketahuan suaminya, Sopandi, 35. Tapi karena kalah tongkrongan, suami Hernita, 30, ini menyewa pembunuh bayaran. Dengan upah Rp 30 juta untuk berlima, Hirlan pun wasalam. Bukan karena Corona, tapi dibacok!
Pebinor atau perebut bini orang, adalah pekerjaan yang nyerempet-nyerempet bahaya, atau viveri-very coloso, kata Bung Karno. Tapi jika ucapan Presiden pertama RI itu konteksnya dalam rangka merebut kembali Irian Barat, viveri-nya orang kasmaran pada bini orang dalam rangka membayar rasa penasarannya belaka. Seperti apa sih enaknya bini orang, padahal paling-paling ya begitu-begitu juga.
Hirlan warga Ambawang Kabupaten Kubu Raya Kalbar, termasuk penganut aliran Rhoma Iramaiyah, dalam hal rasa penasaran tentunya. Melihat bini orang yang cantik sebagaimana Hernita, dia benar-benar dilanda rasa penasaran. “Sungguh mati aku jadi penasaran, sampai mati akan kuperjuangkan, memang dia yang paling manis.....” begitu kata dan tekad Hirlan.
Padahal, yang diudak-udak Hirlan bukan gadis sebagaimana lagunya Rhoma Irama, tapi sudah jadi bini orang. Tentu saja ini jauh lebih susah untuk memperjuangkannya. Sebab tak ada manusia yang seperti Prabu Puntadewa dalan perwayangan, bini diminta pun hanya dijawab, “Silakan,....”
Tapi Hirlan punya prinsip, ora et labora, berdoa sambil bekerja! Kaco, mau merebut bini orang kok pakai berdoa segala. Apakah Allah mau mendengarkan doa dia, tak tahulah, yang pasti dia berusaha mendekati Hernita, karena tekadnya seperti Rhoma Irama itu tadi, sampai mati akan diperjuangkan.
Hernita yang rumahnya hanya tetangga desa, sama-sama warga Ambawang, mulailah didekati. Entah pakai dukun atau sekedar doa yang salah penerapan, ternyata Hernita lama-lama bisa ditempel. Seperti lazimnya orang berkoalisi dalam urusan begituan, ujung-ujungnya Hernita berhasil digituin juga! Benar kata orang, sesuatu yang diperoleh lewat perjuangan, nikmatnya luar biasa.
Tapi betapappun bini orang itu nikmat, tentu saja ada pihak yang jadi dendam kesumat. Dia adalah Sopandi suami Hernita sendiri. Dia memergoki ketika Hirlan loncat jendela karena ulahnya kepergok oleh Sopandi selaku pemilik domain. Sayangnya, Sopandi tak berani menghadapi sendiri lelaki pebinor itu. Sebab Hirlan memang menang tongkrongan. Sedangkan Sopandi hanya pemilik hak tangkringan.
Tapi meski dirinya kalah perkasa, rasa dendam kesumatnya tak pernah sirna sebelum berhasil menghabisi Hirlan. Maka diam-diam dia mencari orang yang siap jadi eksekutor pembinasaan sang pebinor. Dengan imbalan Rp 30 juta bila berhasil mengeksekusi, ada 5 orang yang siap melakukan. “Nggak bisa ditambah nih bos, eksekusi ini sangat besar resikonya ketimbang vaksinasi,” kata orang yang jadi kordinator.
Sopandi sudah tak mau nambah lagi, dan akhirnya tim lima bergerak juga. Malam hari menjelang kampung korban, sang pebinor itu dicegat. Begitu terlihat motor dengan nopol yang sudah dicatatnya, langsung saja dibabat kelewang. Sekali tebas Hirlan ambruk dan tewas di tempat sedangkan para eksekutor langsung kabur.
Esuk paginya mayat Hirlan ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tangan nyaris putus sementara sepeda motor tergeletak di sampingnya. Polisi bergerak cepat. Dari data korban yang sudah cukup jelas, lama-lama penyelidikan mengarah ke Sopandi. Ketika diperiksa awalnya dia berkelit kayak pemain silat, tapi lama-lama ngaku juga. Maka bersama 5 orang pembunuh bayaran itu semuanya ditangkap.
Dalang wayang kulit dibayar mahal, dalang pembunuhan malah mbayar! (GTS)