Lupakan Buzzer, Saatnya Rajut Persatuan

Senin 09 Agu 2021, 06:00 WIB
Lupakan Buzzer, Saatnya Rajut Persatuan. (Foto/Ilustrasi/Poskota.co.id/Dimas)

Lupakan Buzzer, Saatnya Rajut Persatuan. (Foto/Ilustrasi/Poskota.co.id/Dimas)

Dunia buzzer modal ngotot, tidak mengandalkan pikiran jernih, tak memikirkan dampak luasnya. Tidak berani mengangkat kebenaran di pihak lawan, dan tidak berani mengakui kelemahan kelompoknya.

Dunia buzzer yang kita kenal di negeri ini menampakkan keterbelahan masyarakat, yang di belakangnya lebih banyak bermotif politik. Padahal politik adalah persepsi, bukan kebenaran sejati. Tapi dalam dunia buzzer dibela mati-matian, demi kelompok atau pihaknya.

Lebih spesifik lagi, seakan dunia buzzer menampakkan kelompok pro penguasa (Jokowi) dan kelompok oposisi, meski tidak semuanya seperti itu.

Dunia pendengung ini selalu menyerang lawannya, juga tokoh-tokoh bersuara bernada memberi kritikan. Itu datang dari kedua belah pihak.

Beberapa waktu lalu tokoh Buya Syafii Maarif (anggota) BPIP meminta pemerintah tidak usah menggunakan buzzer buzzeran. Pemerintah dan oposisi sebaiknya membangun budaya politik yang lebih arif.

Kiranya, kita makin bisa melihat, manfaat buzzer itu makin tidak relevan bagi kehidupan berbangsadan bernegara, karena mereka banyak berdampak membelah persatuan dan kesatuan.

Hal negatif dari dunia pendengung seperti itu, selain membuat keterbelahan masyarakat, juga memunculkan ‘tawur’ di medsos.

Pada bagian lain, buzzer dan pengikutnya, makin tak menghargai pendapat pihak lain. Juga, mengendurkan yang bernada kritik. Belakangan nyaris tak ada pentas seni yang mengusung kritik-kritik sosial. Mungkin senimannya juga menjadi malas.

Di kacah politik, juga berpengaruh, politisi legislatif yang bicara memberi kritik, diserang oleh buzzer dan pengikutnya, padahal pekerjaan legislator begitu.

Maka, tak heran kalau dunia politik di Senayan sekarang makin tidak menarik, tidak ada lagi adu argumen kuat dalam setiap pengambilan keputusan. Ini bisa dilihat bagaimana pengambilan keputusan RUU Cipta Kerja dan revisi UU KPK. (*)

News Update