Pernyataan sikap YLBHI Dinilai Tendensius Tanggapi Hak Somasi Moeldoko

Minggu 01 Agu 2021, 17:11 WIB
Koordinator Relawan Jokowi, Negeriku Indonesia Jaya (Ninja), C Suhadi. (foto: dok. pribadi)

Koordinator Relawan Jokowi, Negeriku Indonesia Jaya (Ninja), C Suhadi. (foto: dok. pribadi)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Dalam ranah hukum, somasi adalah sebagai bentuk aturan yang dibenarkan oleh aturan dan itu menjadi hak setiap orang, bukan saja masyarakat sipil tetapi setiap orang, termasuk Kepala Staf Kepresidenan.

Somasi menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1248 KUHPerdata bukan sesuatu yang menyeramkan akan tetapi sebuah ajakan untuk diselesaikan dengan baik-baik, makanya dalam somasi ada “ruang" yang khusus dimuat.

Demikian disampaikan oleh Koordinator Relawan Jokowi, Negeriku Indonesia Jaya (Ninja) C Suhadi, Minggu (1/8/2021), terkait pernyataan sikap YLBHI seperti termuat dalam portal Law Justice, tanggal, 31 Juli 2021 yang menyikapi langkah Moeldoko mensomasi ICW berkaitan tuduhan adanya dugaan putri beliau menjalin kerja sama dengan sebuah perusahaan Farmasi.

“Seperti yang telah dirilis ICW ke Publik, tanpa ICW mengonfirmasi atas adanya dugaan itu, sebagai seorang yang berada di lingkaran kekuasaan, Kepala KSP (Kepala Staf Presiden) sudah barang tentu, berita tersebut sedikit banyak telah membuat banyak pihak berperangka buruk terhadap yang bersangkutan,” kata Suhadi yang juga praktisi hukum ini.

Suhadi menambahkan, menurut hukum berita tersebut harus diluruskan guna mendudukkan masalah yang sebenarnya terjadi dan atas dasar itu melalui pengacara beken Bapak Otto Hasibuan telah melayangkan somasi kepada ICW.

Dalam Somasinya, Otto Hasibuan antara lain meminta agar ICW menarik pernyataan dan meminta maaf kepada yang dituduh, dan lain-lain. Apabila hal itu dilakukan, menurut Suhadi, maka somasi akan menjadi ajang penyelesaian dari semua pihak, sehingga perkara tidak lagi menjadi arena lapor melapor atau gugat menggugat.

“Karena dengan telah menerima semua atau sebagian syarat dari somasi, urusan menjadi tidak ada lagi menjadi ranah perkara, baik Pidana maupun Perdata. Kecuali somasi tidak diindahkan semua pihak dapat menempuh upaya hukum,” ujar Suhadi.

“Ternyata somasi tersebut telah disikapi dengan cara cara yang tidak bijak oleh YLBHI, sebab dalam pernyataan sikapnya, yang katanya di dukung 109 organisasi dan badan mahasiswa, sangat menyesalkan langkah Moeldoko mensomasi ICW, karena somasi itu dianggap sebagai bentuk memberangus demokrasi, tentunya pernyataan ini aneh karena somatie tidak ada hubungannya dengan demokrasi, justru hal itu bagian dari demokrasi,” papar Suhadi.

Sehingga menurutnya, melihat sikap YLBHI dengan 109 organ mahasiswa dan Badan Mahasiswa menjadi pendapat yang murahan dan ini ironis, karena YLBHI telah membelah somasi itu menjadi barang eksklusif, dan hanya orang-orang tertentu yang boleh menggunakan hak somasi sementara yang lain tidak boleh. Padahal seperti di atas telah ia jelaskan somasi adalah hak setiap orang yang merasa haknya dirugikan/diganggu.

“Jadi karena somasi adalah hak setiap orang, maka apa yang di lakukan seorang Kepala Staf tidak boleh dilarang apalagi didefinisikan sebagai bentuk memukul terhadap orang yang kritis,” jelas Suhadi.

Kalau memang langkah ICW itu benar, Suhadi bertanya, kenapa YLBHI tidak masuk dalam bagian somasi itu? artinya menjadi kuasa hukum ICW dan menjawab somasi bahwa apa yang dilakukan ICW sudah benar sesuai dengan ketentuan hukum. Terus hadapi apabila ada Laporan ke Penyidik bukan membuat berita berita yang seolah-olah ada otorian di kepemimpinan Jokowi. (tiyo)

Berita Terkait
News Update