ADVERTISEMENT

Pakar Hukum Pidana: Penegak Hukum Asal Rampas Aset, Langgar HAM dan Wujud Ketidakadilan Sosial

Minggu, 1 Agustus 2021 13:51 WIB

Share
Suparji Ahmad. (ist)
Suparji Ahmad. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Penyitaan hingga perampasan aset masyarakat yang tidak terkait tindak pidana korupsi berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad, kebijakan formulatif perampasan aset hasil tindak pidana korupsi saat ini terdapat pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Undang-undang 20 Tahun 2001.

Menurut dia, kebijakan perampasan aset, terutama dalam rangka memenuhi uang pengganti, melalui mekanisme hukum pidana hanya dapat dirampas jika pelaku kejahatan oleh pengadilan telah dijatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

"Sehingga apabila putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap, maka pidana tambahan berupa perampasan aset maupun uang pengganti tidak dapat dieksekusi," kata Suparji.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung diduga melakukan perampasan aset masyarakat maupun korporasi yang tidak terkait kasus korupsi Jiwasraya-Asabri.

Bahkan para korban saat ini tengah melakukan upaya hukum dengan mengajukan keberatan serta melayangkan gugatan atas aksi kejaksaan yang melakukan penyitaan serta pelelang aset yang diduga ilegal.

"Berdasarkan non-conviction based asset forfeiture, perampasan aset yang tidak dapat dibuktikan secara sah asal-usul dari aset tersebut, perampasannya tidak dapat dibenarkan," tambahnya.

Jika dikaitkan dengan HAM, Suparji menyebut bahwa perampasan tersebut dapat menimbulkan pertentangan dengan asas praduga tak bersalah.

"Hak atas kepemilikan aset oleh warga negara harus dilindungi dan dihormati oleh negara, sehingga terdakwa perlu menjelaskan di muka persidangan bahwa aset tersebut didapat secara sah, dan mengajukan keberatan di pengadilan sesuai Pasal 79 ayat 5 UU TPPU," jelasnya.

Pakar Hukum Pidana, Patra M Zen mengatakan hukum pidana di Indonesia sangat terbatas mengatur perlindungan hukum pihak ketiga yang beritikad baik (bona fide third parties) dalam kaitannya dengan hak atas harta kekayaan.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT