Tak Disangka! Vaksin AstraZeneca Ternyata Berbahan Baku Organ Tubuh Babi, Apakah Haram? Begini Menurut MUI

Jumat 30 Jul 2021, 12:03 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19. (ist)

Ilustrasi vaksin Covid-19. (ist)

JAKARTA. POSKOTA.CO.ID – Vaksin AstraZeneca disebut berbahan dasar babi saat proses pembuatannya.

Faktanya memang proses pembuatan vaksin AstraZeneca memang menggunakan tripsin hewan babi.

Terkait hal itu dr. Muhammad Iqbal Ramadhan menjelaskan tripsin babi digunakan pada proses awal pengembangan vaksin.

Di awal proses penanaman, tripsin berguna untuk menumbuhkan virus pada sel inang. Setelah virus yang ditanam tumbuh, virus akan dipisahkan dari tripsin babi.

“Jadi, setelah proses penanaman, antara virus dengan tripsin babi tadi sudah tidak lagi bersinggungan atau bersentuhan. Karena sebenarnya tripsin babi hanya sebagai media tanam saja,” jelas dr. Iqbal, dikutip poskota.co.id dari alodokter.

Tripsin adalah bahan yang dihasilkan dari organ pankreas babi. Tripsin merupakan enzim atau protein yang digunakan untuk mempercepat reaksi biokimia tertentu.

Tripsin babi sudah sering digunakan sebagai reagen untuk pembuatan produk obat biologis, termasuk vaksin.

Dalam pembuatan beberapa vaksin, tripsin akan ditambahkan ke tahap kultur akhir untuk mengaktivasi virus vaksin.

Dilansir dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia, tidak semua proses pembuatan vaksin menggunakan tripsin babi.

Karena enzim dari hewan babi harus benar-benar dibersihkan agar tak mengganggu proses pengolahan vaksin selanjutnya.

Menyikapi hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI), melalui fatwa Nomor 14 tahun 2021 pun menyinggung penggunaan bahan baku tersebut di dalam pembuatan vaksin AstraZeneca.

“Vaksin Covid-19 produk AstraZeneca hukumnya haram karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi,” bunyi Fatwa MUI tersebut.

Meski begitu, penggunaan vaksin AstraZeneca pun diperbolehkan pada saat ini, karena beberapa pertimbangan, antara lain:

1. Ada kondisi kebutuhan yang mendesak, yang menduduki kondisi darurat syar’iy

2. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19

3. Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok

4. Ada jaminan keamanan penggunaannya oleh Pemerintah

5. Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19, mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia. (cr09)

 

Berita Terkait
News Update