Anggota DPRD DKI Kenneth Dukung Sanksi Pidana bagi Pelanggar Prokes: Tapi Kudu Humanis!

Kamis 29 Jul 2021, 14:39 WIB
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth. (foto: dok. pribadi)

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth. (foto: dok. pribadi)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menyoroti adanya revisi atau penambahan dua pasal baru dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanggulangan Covid-19 di Jakarta.

Penambahan dua pasal itu yakni Pasal 28A berkaitan dengan kewenangan Satpol PP untuk menggelar penyidikan, sekaligus menjadi penyidik perkara pelanggaran Perda dan Pasal 32A tentang hukuman pidana 3 bulan penjara bagi siapa saja yang nekat berulang kali melanggar protokol kesehatan (Prokes).

Pria yang akrab disapa Kent itu menilai, Perda tersebut sangat perlu dikritisi dan mendapatkan perhatian agar bisa mendatangkan manfaat dan sesuai harapan masyarakat bukan sebaliknya menyusahkan masyarakat.

"Alasan revisi Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 cenderung hanya sepihak menyalahkan warga, sebagai penyebab meningkatnya angka penularan Covid-19 di DKI Jakarta tanpa mengevaluasi pola komunikasi, dan tanggung jawab hukum yang diemban pemerintah dalam penanganan Covid-19," kata Kent dalam keterangannya yang dikutip Poskota.co.id, Kamis (29/7/2021).

Perda Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Covid-19 di DKI Jakarta disusun karena Jakarta mengalami keadaan luar biasa, dan berstatus darurat wabah Covid-19 dan agar aturan mengenai penanggulangan Covid-19 di Jakarta memiliki aturan yang lebih kuat.

Kent pun menilai penegakan hukum Prokes di DKI Jakarta melalui Perda Covid-19 masih belum konsisten dan adil diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Karena hal tersebutlah yang menjadikan salah satu pemicu ketidakpercayaan publik pada pemerintah yang akan menghambat penanganan Covid-19.

"Konsistensi penegakan hukum, edukasi masyarakat dan transparansi data adalah hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong tertib hukum dalam masyarakat. Sanksi pidana berpotensi menyasar, dan akan menambah kesengsaraan masyarakat miskin kota yang bergantung hidupnya pada perkerjaan informal harian di luar rumah," tegas Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.

Kent memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Maret 2021, penduduk miskin di DKI Jakarta mencapai 501,92 ribu jiwa, meningkat 21.080 jiwa sejak Maret 2020 sebelum pandemi Covid-19.

"Data BPS perlu dikaji secara mendalam, mengingat kehidupan masyarakat hari ini secara realitanya adalah tidak mudah. Kehidupan ekonomi saat ini sedang mengalami krisis dengan banyak implikasi turunannya, masyarakat dihadapkan pada berbagai kesulitan, termasuk adanya pelarangan dan pembatasan kegiatan," tutur Kent.

Lantas, Kent menambahkan, masalah penggunaan masker adalah bentuk perbuatan mala in prohibita (kejahatan karena dilarang oleh tata hukum positif), bukan mala in se (kejahatan karena tindakan itu sendiri). Seseorang tidak menggunakan masker bukan kejahatan, akan tetapi hanya merupakan pelanggaran administratif, akibat adanya kondisi tertentu, dalam hal ini mencegah penularan virus. 

"Sehingga katagori dalam perspektif pidana adalah pelanggaran ringan tanpa adanya itikad jahat (means rea), hanya merupakan perbuatan melawan hukum administratif. Ketika pendekatan Pemda DKI Jakarta lebih represif, akan menimbulkan gejolak pada masyarakat yang akan memberikan dampak buruk pada ketaatan hukum, ketimbang penggunaan masker. Misalnya, mereka akan bertindak melawan petugas, merusak, dan lain-lain," tegas Kent.

Berita Terkait
News Update