Gerakan Revolusi Mental Ala Pandemi

Jumat 23 Jul 2021, 06:08 WIB
Sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang keluhkan pendapatan menghilang imbas PPKM yang diperpanjang (Foto/Poskota.co.id/cr05)

Sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang keluhkan pendapatan menghilang imbas PPKM yang diperpanjang (Foto/Poskota.co.id/cr05)

Oleh Trias Haprimita, Wartawan Poskota

PANDEMI masih menjadi isu yang menarik untuk dibahas. Karena, meski sudah berjalan lebih dari satu tahun, namun Indonesia tak kunjung mampu mengendalikan pandemi Covid-19 dengan baik.

Barangkali masyarakat sudah hafal betul dengan istilah-istilah yang digunakan pemerintah dalam setiap usaha mengendalikan pandemi melalui beragam formula kebijakan, mulai dari pemberlakuan PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat dan yang teranyar ialah PPKM dengan level 1 hingga 4.

Banyak catatan terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah itu, tapi titik poin yang ditekankan masyarakat tidak jauh dari pemenuhan hak-hak dasar mereka yang merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban negara sesuai amanah konstitusi. Contoh konkritnya ialah bantuan sosial tunai atau sekedar sembako berkelanjutan.

Banyaknya catatan masyarakat ini kemudian melahirkan sebuah gerakan masif di lapangan bertajuk ‘Gerakan Membantu Sesama’ dengan semangat revolusi mental melalui berbagai platform galang dana.

Salah satu contohnya adalah saluran mandiri masyarakat membangun posko, grup virtual yang bertujuan menghimpun bantuan dari masyarakat untuk disalurkan kepada mereka yang terdampak, terutama masyarakat menengah ke bawah.

Contoh pertama ini sangat banyak ditemui di lapangan, bahkan tak hanya di Ibu kota tapi juga di daerah-daerah penyangga lainnya. Hal tersebut menjadi sarana gotong rotong ala masyarakat dengan perasaan duka yang sama terlebih atas kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat.

Nah, fenomena gerakan Ojek Online on twitter bisa menjadi gambaran kesetiakawanan sosial diantara para pengemudi ojol di masa pandemi, mulai dari berbagi sembako, sampai menghimpun sumber daya manusia untuk menyelenggarakan swab antigen mandiri di kalangan mereka.

Contoh kedua adalah lewat saluran Crowdfunding seperti kitabisa.com atau ACT Foundation. Wah, kalo gerakan yang satu ini memang sedang digandrungi masyarakat terutama pengguna media sosial aktif, yang tak mau berdiam diri melihat kondisi sengkarut negeri akibat terdampak pandemi.

Melalui sarana ini masyarakat bisa dengan mudah saling membantu satu sama lain dalam menggalang dana untuk kemudian disalurkan dalam bentuk pembelian berbagai kebutuhan logistik kesehatan, seperti pembelian masker, baju APD, makanan, dan kelengkapan lainnya yang dibutuhkan para tenaga kesehatan di awal-awal pandemi dan bahkan masih berjalan sampai sekarang.

Kedua contoh di atas menjadi secuil bukti dan fakta bahwa masyarakat Indonesia memiliki kemandirian dan kesadaran kolektif dalam bergerak mewujudkan gagasan kritis bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19. Ada sisi lain yang muncul di masyarakat dimana sebelumnya juga berusaha digaungkan pemerintah secara legal formal melalui revolusi mental.

Berita Terkait
News Update