NAMA aturan boleh berganti, tetapi kepatuhan masyarakat terhadap aturan tidak lantas ikut berganti, apalagi sampai berubah menjadi tidak patuh.
Begitupun nama kebijakan tentang pembatasan, apapun namanya tetap bertujuan melakukan pembatasan – pembatasan guna mencegah penyebaran virus corona. Untuk menekan lonjakan penambahan kasus Covid-19.
Di bulan April 2020, sebulan setelah Covid-19 terkonfirmasi di negara kita, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan yang disebut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Awalnya hanya beberapa daerah yang melaksanakan, termasuk DKI Jakarta. PSBB diberlakukan selama dua pekan, jika dirasa masih dibutuhkan diperpanjang dua pekan ke depan dengan klasifikasi sesuai kondisi, lebih ketat atau makin longgar.
Perbedaannya terletak pada aturan bekerja dari rumah, work from home (WFH) bagi industri dan perkantoran, jam buka mall, pusat perbelanjaan, kuliner dan tempat hiburan.
Awal tahun 2021, PSBB diperluas jangkauannya hingga Jawa – dan Bali. Melihat perkembangan kasus yang belum terkendali, bulan Februari 2021 dikeluarkan kebijakan yang diberi nama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro hingga ke tingkat RT/RW.
Beberapa kali PPKM mikro diperpanjang setiap dua pekan sekali. Jangkau-an juga diperluas, tak hanya di Jawa dan Bali, tapi hingga ke beberapa provinsi di luar Jawa.
Lonjakan kasus di awal Juni yang disertai percepatan penyebaran akibat varian Delta, maka level pembatasan ditingkatkan menjadi PPKM Darurat yang diterapkan mulai 3 Juli – 20 Juli 2021.
Kita tahu, di tengah penerapan PPKM Darurat, pada 15 Juli terjadi lonjakan penyebaran hingga 56.757 kasus.
Mulai kemarin (Rabu, 21/07/2021) kebijakan tentang pembatasan tidak lagi bernama PPKM Darurat, tetapi berubah menjadi PPKM level 3 dan 4 sesuai dengan kondisi daerah setempat.
Level ini yang membedakan dengan PPKM Darurat yang berarti akan ber-beda pula dalam penentuan status penanganan dan pembatasan. Pada level 4 tentu akan lebih ketat, ketimbang level 3.