Partai Gelora: Ada Pembelahan Politik, Kalau Vaksinasi Mau Tuntas, Bukan Luhut yang Bicara, Tapi Harus Pak Jokowi dan Prabowo

Jumat 16 Jul 2021, 01:55 WIB
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik. (ist)

Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID  - Ada hal yang dapat mengganggu program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, terutama program vaksinasi untuk memberikan herd imunity di masyarakat.

Yakni, adanya pembelahan politik di tengah masyarakat. Itu diungkapkan Sekjen Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik, Kamis (15/07/2021). 

ia menilai pembelahan politik di tengah masyarakat sebagai dari dampak Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 lalu, tampaknya tidak akan selesai dan akan berlajut di Pemilu 2024. 

Hal ini tentu saja dapat mengganggu program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.

"Saya cukup khawatir, bahwa situasi ini akan menciptakan bias kebijakan politik dan juga bias persepsi terhadap kebijakan-kebijakan politik di dalam penanganan pandemi Covid-19," kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia dalam keterangannya, Kamis (15/07/2021). 

Kekhawatiran Mahfuz Sidik tersebut,  disampaikannya saat menutup diskusi Gelora Talks dengan tema 'Pandemi Covid-19: Bagaimana Negara Bertahan & Menghadapi Perubahan Besar?' di Jakarta, Selasa (13/7/2021) lalu. 

Menurut Mahfuz, suasana pembelahan politik di Indonesia jauh berbeda dengan yang terjadi di Pilpres Amerika Serikat (AS). Pembelahan politik itu selesai saat Joe Biden terpilih sebagai presiden. Rakyat AS pun mendukung program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19, terutama vaksinasi. 

"Tapi di Indonesia nampaknya berbeda, Pilres 2019 nggak pernah selesai dan bahkan suasana Pilpres 2024 sudah mulai ada asapnya. Judul kita di Indonesia 'Berjuang Melawan Pandemi Covid-19 di Tengah Pilpres yang tak kunjung Usai'," ujar Mahfuz. 

Mahfuz lantas menyampaikan, hasil persepsi publik Lembaga Survei Median mengenai penanganan pandemi Covid-19. Dalam survei itu, terungkap hanya 51,1 persen masyarakat yang percaya dengan vaksin, dan 48,9 % tidak percaya vaksin. 

Selanjutnya, sebanyak 51,8 % yang sadar dengan resiko dan bahayanya Covid-19, sementara 48,2 persen tidak sadar dan takut resiko dan bahaya Covid-19. 

"Jadi ini memang situasi yang rumit, ini bukan saja refleksi dari situasi pembelahan politik akibat Pilpres yang belum tuntas, tapi juga situasi disinformasi yang masih terus berlanjut. Hoaks tentang Covid-19 sering kali bercampur baur dengan berita-berita hoaks tentang polarisasi politik," katanya. 

Berita Terkait
News Update