Berharap Ada Cara Lain

Selasa 13 Jul 2021, 06:00 WIB
Suasana Pos Penyekatan PPKM Darurat di Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. (foto: adji)

Suasana Pos Penyekatan PPKM Darurat di Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. (foto: adji)

SEJAK Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa dan Bali, mulai 3-20 Juli 2021 diberlakukan segera petugas gabungan TNI, Polri, Satpol PP di setuap wilayah bergerak melakukan pengawasan.

Dari tingkat provinsi, kabupaten, kota, sampai tingkat kecamatan. Semua serentak patroli membatasi mobilitas dan menertibkan sejumlah kegiatan. Yang paling mencolok adalah penyekatan di titik-titik ruas jalan.

Pengendara dibuat kecele, bahkan kesal, karena dipaksa putar balik. Sudah pagi-pagi mau ngantor malah dibuang ke ruas jalan yang justru malah lebih jauh. Jadilah ke kantor terlambat atau kesiangan. Bukan itu saja, penertiban itu kerap kelewatan. Ketegasan yang ditunjukkan petugas cenderung malah mengensankan arogan. Akibatnya, cek cok kerap terjadi antara petugas dan pengendara.

Alih-alih mau tegas malah salah langkah. Penggerudukan Paspampres di Mapolres Jakarta Barat menjadi salah satu contohnya. Ini lantaran ada seorang Praka Izroi Gajah dicegat petugas gabungan saat melintas di titik penyekatan Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.

Sempat terjadi ketegangan cukup lama antara sejumlah petugas dengan Praka Izroi yang mengendarai sepeda motor tanpa seragam dinas. Bahkan, kejadian itu viral di media sosial yang mengundang reaksi netizen. Meski akhirnya diperbolehkan melanjutkan perjalan, toh malam harinya Mapolrestro Jakarta Barat digeruduk puluhan anggota Paspampres. Kejadian ini pun diselesaikan dengan damai.

Sikap arogansi petugas juga terlihat dalam penertiban pedagang kaki lima yang dipaksa tutup karena melewati jam yang ditentukan. Petugas kerap mengangkuti barang-barang dagangan secara paksa, mirip penertiban pedagang kaki lima di pasar-pasar tradisional.

Ada pula sebuah Water Canon atau mobil pemadam kebakaran yang menyemprotkan air dengan tekanan tinggi ke arah warung-warung pinggir jalan hingga mengenai deretan sepeda motor yang parkir. Serta banyak lagi hal-hal dilakukan tidak tepat. Terbaru di Kediri, Jawa Timur, penertiban sebuah kafe malah memicu keributan pengunjung dan petugas.

Padahal banyak cara jauh lebih simpati yang bisa dilakukan sehingga tak perlu merusak barang dagangan atau menimbulkan percekcokan. Coba saja lihat bagaimana Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dengan santunnya menyapa pedagang untuk mengingatkan agar menutup dagangannya. Bahkan, dia mau membayari semua dagangannya sebagai pengganti atau Kapolsek Pulogadung Kompol Beddy Suwendi yang melakukan hal sama. Tidak merusak, santun, dan mau memberi ganti rugi.

Kondisi ini tentu menjadi dilema. Sisi lain PPKM Darurat diterapkan demi membatasi mobilitas penduduk. Namun, di sisi lain, banyak usaha kecil mandek karena pembatasan jam operasional usahanya.

Kita hanya bisa berharap cara lain agar terjadi keseimbangan ekonomi dan kehidupan meski PPKM Darurat diberlakukan. Harapannya, pemerintah pusat atau pemerintah daerah mengajak pihak-pihak lain yang mampu turut memberi bantuan kepada masyarakat kecil yang terkena dampak PPKM Darurat entah dalam bentuk apapun atau dengan cara apapun. Jika PPKM Darurat jadi diberlakukan selama enam minggu tentu cara-cara itu akan dapat menekan gejolak sosial di kemudian hari.

News Update