ADVERTISEMENT

KSAD Diminta Bersikap Tegas Tertibkan Penggunaan Rumah Dinas

Minggu, 11 Juli 2021 19:05 WIB

Share
KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa saat memimpin Acara Sertijab beberapa pejabat utama di jajaran TNI AD. (foto: ist)
KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa saat memimpin Acara Sertijab beberapa pejabat utama di jajaran TNI AD. (foto: ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Berdasarkan data dari Lokataru, Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) mengungkapkan sejumlah rumah dinas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang diklaim milik negara ternyata tidak sepenuhnya milik negara atau menjadi aset negara. Pasalnya, masing-masing perumahan tersebut memiliki sejarah yang berbeda.
 
"Yang perlu diklarifikasi soal istilah 'dikuasai', tidak sepenuhnya begitu atau benar, karena masing-masing perumahan sejarah keberadaannya berbeda," ujar Donny Soenaryo, Tim Advokasi Lokataru di Jakarta, Sabtu (10/7/2021).

Donny memaparkan, fakta sejarah kepemilikan rumah dinas yang berbeda bisa diketahui di Perumahan TNI AD Cijantung, Jakarta Timur. Sedikitnya ada 10 rumah bekas prajurit TNI di Cijantung dengan dokumen yang diklaim milik negara ternyata tidak sah alias tidak punya dasar.

Donny bahkan memberikan nomor kontak salah satu purnawirawan yang bisa menjelaskan secara detail soal perumahan pensiunan TNI AD tersebut.

"Kalau kita bicara secara hukum formal, banyak yang sejarahnya berbeda-beda terkait rumah dinas. Masalahnya kan sekarang soal goodwill atau political will pemerintah yang mau atau bisa atau tidak mengakui fakta-fakta tersebut," ungkapnya.

Sementara terkait rumah dinas yang dikuasai mantan pejabat tinggi di antaranya, RR dan TL, keduanya diduga menguasai lebih dari satu kavling di kompleks TNI AD Cijantung, Jakarta Timur, Donny menuturkan, bahwa kedua mantan pejabat tinggi TNI tersebut telah terkonfirmasi memiliki lebih dari satu rumah. Padahal secara peraturan perundangan soal rumah negara untuk penguasaan rumah negara hanya berhak kuasai satu rumah negara.

"Jadi jelas mereka menyalahi aturan," paparnya.

Donny memastikan tidak ada yang berani atau mau menindak mantan pejabat militer yang menguasai lebih dari satu rumah negara. Bahkan para pejabat dari Kodam dan Mabes TNI AD jika dikonfirmasi soal rumah negara yang dikuasai mantan pejabat dipastikan tidak akan merespons atau mengklarifikasi.

"Mereka juga tidak berani menanggapi soal rumah RR dan TL, karena jika benar sebagai rumah negara mereka menyalahi aturan," tandasnya.

Hal lain yang bisa dijadikan fakta, sambung Donny, rumah di Kompleks Cijantung tempat mereka juga tidak standar rumah negara Golongan II. Oleh karena itu patut diduga rumah tersebut memang bukan Barang Milik Negara (BMN). Namun hal kontradiktif terjadi ketika pihak TNI AD mengosongkan rumah yang dihuni para yatim piatu yang mereka klaim sebagai rumah negara.

Donny mengungkapkan, ada banyak modus operandi yang dilakukan untuk dapat memiliki lebih dari satu unit rumah negara khusus tentara ini. Modus yang paling populer adalah Over VB atau Verhuis Besluit. Modus ini dilakukan dengan memperjualbelikan surat izin penghunian. Biasanya surat izin itu dijual berkisar Rp400 juta hingga Rp800 juta.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT