Tidak berlebihan jika dalam politik pangan, progress yang dicapai tidaklah menggembirakan. Padahal Bung Karno ketika peletakan batu pertamaGedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia yang menjadi cikal bakal Institut Pertanian Bogor pada 27 April 1952 sudah mencitacitakan Indonesia berdikari dalam hal pangan.
Apakah gagasan Bung Karno tersebut hanya ungkapan retorik? Pasti jawabannya adalah tidak. Pangan baik bersumber dari pertanian, perikanan, kelautan, dengan variasi makanan yang luar biasa ragamnya, sangat memenuhi syarat bagi Indonesia untuk berdikari.
Karena itulah mentalitet yang hanya sekedar impor, impor dan impor harus diubah menjadi kapabilitas berproduksi sendiri. Kegiatan penelitian didukung oleh laboratorium pengembangan benih dengan teknologi paling mutakhir, laboratorium teknologi pangan, laboratorium gizi, beserta pusat-pusat produksi yang berkaitan dengan teknologi pertanian menjadi syarat penting bagi loncatan kemajuan sektor pertanian dalam pengertian luas.
Harus digalakkan bahwa profesi di bidang pangan sangatlah penting bagi keberlangsungan bangsa. Sinergi lintas sektoral harus ditekankan. Selain hal tersebut, berbagai bentuk politik komunikasi dengan strategi kebudayaan yang tepat untuk mencintai makanan produksi dalam negeri harus digalakkan kembali.
Pandemi Covid-19 mengajarkan bahwa ketika dunia menghadapi krisis, maka Indonesia harus berdaulat dan berdikari. Apapun caranya, termasuk mendorong setiap warga negara untuk bangga menekuni profesi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak tersebut.
Kebanggaan pada profesi pangan, menuntut sikap hidup mencintai produk anak bangsa sendiri. Di sinilah Bung Karno dengan cara sederhana, menjadikan sayur lodeh sebagai sayur kegemaran presiden.
Melalui sayur lodeh, bisa dilihat komponen dasar berupa tujuh bahan utama: kluwih, kacang panjang, terong, daun melinjo muda, labu kuning (waluh), dan tempe. Sayur ini bisa dikombinasikan dengan daging sapi, ikan asin, krupuk, telor ceplok dll.
Keseluruhan bahan Sayur Lodeh tersebut tidak hanya memiliki makna dari varian vitaminnya, namun juga makna filosofinya. Sayur lodeh dianggap sangat tepat dimasak di tengah pandemi. Sayur lodeh dengan tujuh warna dipercaya mampu menjadi benteng di dalam menghadapi pagebluk seperti pandemi Covid-19 saat ini.
Namun terlepas dari hal tersebut, masuknya sayur lodeh ke istana, telah memaknakan seruan Bung Karno bahwa dari lidah dan perut rakyat Indonesia tidak boleh terjajah oleh makanan impor.
Urusan pangan kini telah menjadi simbol supremasi negara, dan capaian peradaban suatu bangsa. Terlebih ketika dunia dihadapkan pada perubahan iklim global.
Ada yang memerkirakan bagaimana perang masa depan akan dipicu oleh krisis yang terjadi akibat kelangkaan pangan.
Jadi Indonesia harus bersiap. Dimulai dari hal sederhana, gelorakan dan cintai makanan Indonesia dengan bumbu-bumbuan yang membentuk cita rasa makanan nusantara bercita rasa surga. Kita nikmati Sayur Lodehnya Bung Karno, sambil membatinkan Indonesia dengan kekayaan kuliner nusantara yang luar biasa. (*)