ADVERTISEMENT

Siapa yang Nggak Ingin Disanjung?

Selasa, 6 Juli 2021 06:30 WIB

Share
Karikatur: Siapa yang Nggak Ingin Disanjung? (Kartunis/Poskota.co.id)
Karikatur: Siapa yang Nggak Ingin Disanjung? (Kartunis/Poskota.co.id)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

SIAPA yang nggak mau disanjung? Kayaknya hanya satu dua orang ya, selebihnya, ya mau bangetlah. Jadi sebaliknya, orang kayaknya nggak suka kalau disindir, dikritik, dihujat, apalagi dijelek-jelekan. Orang yang nggak marah kalau dikatain, ya hebatlah.

 “Terserah, lu mau kata apalah tentang diriku. Jelek, loyo, nggak, semangat, cuma ngomong di bibir doang, tapi nggak ada buktinya!” Tapi apa iya, orang ada yang begitu? Apa kita nggak melihat gaya bahasa, dialek, dan tesktur tubuh dan wajahnya ketika dia mengatakan,’biarin’?

Betul ini negara demokrasi. Orang boleh saja melakukan atau bicara apa saja. Ya, namanya juga, kan, demokrasi? Tapi yang nggak keterlaluan, kali? Ada yang namanya sopan santun. Etika bicara, pada orang yang lebih tua kan beda kalau kita bicara dengan sesama yang sebaya.

“Eh, sini luh gue minta rokok lu sebatang!” boleh saja jika bicara dengan sesama kawan teman nongkrong.
Kayaknya nggak layaklah kalau itu dilakukan pada orang yang lebih tua? Kita nggak bisa bilang ini ’demokrasi’, jadi bisa ngomong sembarangan, yang nyinyir sama orang tua.

Mungkin ini juga berlaku lah pada kritik mengkritik atau protes pada para pimpinan negara. Boleh mengkritik, tapi dengan bahasa yang nggak vulgar, dan menyinggung perasaan? Memang, sih, ada yang nggak setuju juga, jika bahasa kritik itu harus halus? Mengkritik, ya harus dengan bahasa yang keras, jangan lembek!

Kan, nggak lucu kalau memprotes dengan bahasa atau kalimat, "Mohon izin, mohon maaf kayaknya kami nggak setuju sama kebijakan Bapak, mohon izin ya Bapak jangan marah, itu lho kok kayaknya cuma janji-janji doang. Mohon maaf lho, Pak!”

Nah, kembali kepada sanjung menyanjung. Orang tahu kalau bahasa menyanjung itu kadang juga bikin gatel telinga. “ Hebat Bapak,selama  memerintah maju lho, utang memang naik, tapi kan banyak banget yang dibangun dan hasilnya terlihat jelas. Nggak dikorupsi? Bapak hebat, pokoknya nggak rugi rakyat pilih Bapak!“

Namun, walau terlihat dibikin-bikin atau kata orang itu gaya bahasa menjilat, nggak masalah. Karena orang yang dipuji, yang disanjung bakalan tersanjung!

Kalau ada yang bilang, ah itu kan seperti dikatakan tadi usaha dan gaya para penjilat?  Boleh saja, kalau berprasangka kayak begitu. Tapi, memang nggak sadar bahwa di semua kegiatan sehari-hari, antara bos dan bawahan nggak ada yang namanya para penjilat? (Massoes)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT