PAK HARMOKO, Mau Jadi Ahli Politik

Selasa 06 Jul 2021, 10:17 WIB
Bapak H. Harmoko, Pendiri Poskota. (foto: ist)

Bapak H. Harmoko, Pendiri Poskota. (foto: ist)

Oleh: Reza Indragiri Amriel

PAK HARMOKO, Mau Jadi Ahli Politik. Begitu saya berseru, tahun 1988 lalu, saat ditanya Bupati Indragiri Hulu tentang cita-cita saya. Walau saya rajin menonton Dunia dalam Berita di TVRI, tapi saya sebetulnya tak tahu betul apa itu politik.

Walau begitu, yang berkelebat di kepala saya ketika berkata 'ahli politik' adalah Pak Harmoko. Tampaknya karena wajahnya yang sering saya saksikan di TVRI, walaupun bukan di tayangan jam sembilan setiap malam.

Sampai saat berkuliah saya terus menyimak perkataan demi perkataan Pak Harmoko. Yang paling sering adalah tatkala beliau menyampaikan hasil rapat kabinet.

Acara ini, seingat saya, ditayangkan pukul 21.30. Sama rutinnya dengan tayangan upacara penurunan bendera di Istana Negara.

Kalau ditanya apa isi pernyataan Pak Harmoko di depan media, saya tak ingat. Tapi kenapa saya rajin mengikuti acara itu, lebih karena keterpukauan saya pada gaya komunikasi lisan Pak Harmoko.

Pengucapannya fasih, intonasinya bersih, runtutannya sedemikian rapi. Hanya dengan melihat Pak Harmoko berbicara, tertangkap pesan bahwa negara sedang aman-aman saja.

Tenteram juga. Sampai suatu masa Pak Harmoko sesekali mengenakan kacamata dengan lensa berwarna kecoklatan, penampilannya tetap sama: prima. Tambahan lagi tatkala dia tersenyum lebar, terlihat gingsulnya.

Berkat kelihaian Pak Harmoko bertutur kata, saya mendaulatnya sebagai salah satu tokoh dengan kemampuan bicara istimewa. Dan biasalah, setelah mengancungkan jempol, terbit keinginan menjadi orang dengan kelihaian seperti dia. Keinginan itulah yang kemudian muncrat lewat kalimat spontan, "Mau jadi ahli politik."

Masih di tahun delapan puluh tahunan. Pak Harmoko punya jasa menyelamatkan bangsa dari anasir-anasir yang melemahkan semangat juang. Saya yang sedang gandrung pada The Final Countdown dari grup hard rock Europe jelas terganggu oleh lagu-lagu cengeng yang mendapat porsi siar ekstra di radio.

Di TVRI apalagi; jangan harap ada Europe di situ. Malah Hati yang Luka dan sejenisnya yang berulang-ulang disiarkan video musiknya. Beruntung, Pak Harmoko tegas: setop genre lagu yang berdarah-darah bercerita tentang konflik rumah tangga dan bernada merapuhkan jiwa.

Berita Terkait
News Update