Tetangga Dibunuh Karena Ogah Mengubah Batuk Jadi Senyuman

Senin 05 Jul 2021, 07:30 WIB
Karikatur: Tetangga Dibunuh Karena Ogah Mengubah Batuk Jadi Senyuman. (Kartunis/Poskota.co.id)

Karikatur: Tetangga Dibunuh Karena Ogah Mengubah Batuk Jadi Senyuman. (Kartunis/Poskota.co.id)

JADI tetangga Somad, 70, di Jember (Jatim), harus selalu siap guafinesin (obat batuk cair generik). Sebab dia akan naik pitam setiap dengar orang batuk. Paling sial nasib Bahrudin, 50. Karena dia tak bisa mengubah batuk jadi senyuman, akhirnya bener-bener dibabat golok oleh Mbah Somad hingga wasalam.

Hidup bertetangga, apa lagi di rumah petak, harus penuh toleransi dan kesampingkan egoisme. Jika tidak, akan selalu bentrok dengan tetangga sebelah dinding. Ribut melulu dengan tetangga, akan bikin repot Pak RT karena harus memisah atau mendamaikannya. Padahal Pak RT itu hanya pekerja sosial, atau relawan tanpa ada harapan diangkat jadi komisaris utama. Kalaupun RT diberi honor, barulah DKI Jakarta.

Mbah Somad yang tinggal di Mayang Kabupaten Jember, sudah dikenal para tetangga sebagai lelaki sumbu pendek, gampang emosi. Kalau wayang dhapukannya pastilah Prabu Baladewa. Sayangnya, dalam usia 70 tahun mentalnya belum menep (mengendap) seperti Wasi Jaladara, justru masih bergaya Kakrasana (Baladewa muda).Tersinggung sedikit sudah ngancam, “Ape lu? Mau gue matiin!” 

Rupanya Mbah Somad pengidap darah tinggi tapi nggak mau minum Diuretik. Dia paling gampang naik pitam manakala mendengar ora batuk berkesinambungan. Makanya para tetangga di rumah petak itu selalu siap dengan obat batuk berbagai merk. Ada yang menjamin mengubah batuk jadi senyuman, ada yang ngaku bisa meredakan batuk dalam waktu singkat. Sebab jika batuknya “lanjutkan” macam taglin pemerintahan SBY-JK dulu, harus siap-siap dimarahi Mbah Somad.

Adalah Bahrudin, penghuni rumah kontrakan yang belum lama tinggal di situ. Karenanya dia belum tahu karakter tetangga sebelahnya, Mbah Somad. Dan ndilalah kersaning Allah, baru tinggal beberapa minggu di rumah petak ini, dia terkena batuk lumayan parah. Artinya si batuk terus sambung-menyambung. Meski sudah minum Kasirin yang rasanya manis-manis kayak kecap, si batuk belum juga enyah dari tenggorokan.

“Tolong Mas, batuknya berhenti dulu. Ganggu orang tidur, tahu!” sergah Mbah Somad dari sebelah dinding sambil memukul-mukul gedhek (dinding bambu) tersebut. Namanya orang batuk, kan tidak bisa ditahan macam orang mudik ketemu petugas penyekatan. Makin ditahan tenggorokan terasa gatal sekali. Akhirnya broll......batuk kembali sambung menyambung.

Rupanya Mbah Somad kembali jadi naik pitam. Pas Bahrudin batuk-batuk di depan rumah, tahu-tahu Mbah Somad menghampiri sambil menenteng golok. “Maaf ya Mas Bahrudin....”, katanya sopan. Tapi jawab Bahrudin enteng saja, “Minta maaf kok sambil bawa golok, di mana logikanya?”

Mbah Somad lalu menjelaskan, maksudnya agar Bahrudin menyetop batuknya dulu. Tapi gantian Bahrudin yang meninggi. Memangnya iklan obat batuk, orang bisa dengan mudah mengubah batuk jadi senyuman? Maka lalu katanya, “Ngelarang orang terbatuk-batuk, memangnya sampeyan nggak pernah batuk?”

Nah, di sinilah emosi Mbah Somad langsung tersulut. Lupa bahwa usianya sudah 70 tahun yang seharusnya banyak bersabar, langsung saja golok diayunkan ke leher Bahrudin. Tak sempat mengelak, jakun Bahrudin serta merta disambar tajamnya golok, sehingga darah langsung muncrat, mirip motong sapi di hari Lebaran Haji. Bahrudin pun ambruk dan wasalam di tempat.

Gegerlah warga Mayang. Sementara Bahrudin dilarikan ke Rumah Sakit, Mbah Somad dijemput polisi dan dibawa ke Polsek. Kata para tetangga, Mbah Somad memang paling tak bisa mendengar orang terbatuk-batuk. Emosinya mudah tersulut dengar suara orang terbatuk-batuk.

Kalau orang sedesa terkena TBC, bisa mati stress Mbah Somad. (GTS)

Berita Terkait

Berjiwa Besar

Senin 05 Jul 2021, 07:00 WIB
undefined

News Update