TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Sidang kasus penipuan senilai Rp20 Miliar yang menjerat CEO Black Boulder Capital, Timothy Tandiokusuma kembali digelar di PN Tangerang, Rabu (23/6/2021).
Dalam sidang kali ini, Kuasa Hukum terdakwa, Sumarso, SH, MH menyampaikan pembelaannya terkait replik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum pada persidangan tanggal 16 Juni 2021 lalu.
Dalam kesempatan itu, Sumarso menanggapi tudingan JPU yang menyebut pihaknya mencampuradukkan permasalahn pidana dengan perdata sesuai Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 1956. Menurutnya, pendapat JPU itu adalah hal yang keliru karena adanya proses hukum pidana dalam waktu yang bersamaan ada proses perdata.
“Ketentuan tersebut, berkaitan, adanya proses hukum pidana dalam waktu yang bersamaan ada proses perdata dan salah satu perkaranya agar dihentikan lebih dulu menunggu putusan perdata atau yang dikenal dengan perselisihan Pra Yudisial,” jelas Sumarso dalam surat pembelaannya.
Ia melanjutkan, pihaknya mengakui bahwa apa yang didakwakan oleh JPU, memang terbukti. Namun perkara tersebut bukan merupakan perbuatan pidana. Karena itu ia meminta hakim agar terdakwa dilepaskan dari dakwaan dan tuntutan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 191 ayat (2) KUHP.
“Alasan yang mendasari apa yang didakwakan adalah merupakan perbuatan perdata, karena dalam persidangan telah terbukti fakta-fakta adanya perjanjian, adanya sebagian prestasi dan dalam perjanjian tidak dijelaskan secara jelas, investasi yang bagaimana, kecuali, saksi SF, mendapatkan bunga, atau bagi hasil atau deviden, yang merupakan fakta-fakta perdata dan fakta tersebut bukan perbuatan pidana sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum, melanggar pasal 372 KUHP Jo, Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang,” tulis Sumarso dalam surat pembelaannya.
Ia menjelaskan, sesuai bukti-bukti yang diajukan JPU serta bukti yang juga diajukan oleh terdakwa, khususnya adanya suatu perjanjian pemberian pendanaan, atau perjanjian investasi atau perjanjian pengelolaan dana.
Ketentuannya jika saksi SF memperoleh bagi hasil atau bunga atau deviden dan dalam persidangan saksi SF mendapatkan bunganya, sehingga perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak termasuk dalam perbuatan pidana.
Menanggapi pembelaan kuasa hukum terdakwa, SF justru menyebut kalau hal itu mengada-ada. Pasalnya, selama perjanjian pengelolaan dana hingga terdakwa berulah, ia mengaku belum menikmati hasil atau bunga atau deviden seperti yang disampaikan kuasa hukum terdakwa.
Ia mengakui, memang ada pembayaran bunga yang dilakukan terdakwa, namun ia tidak sempat menikmatinya karena pelaku membujuknya agar bunga atau deviden itu dikembalikan kepada Timothy dengan janji bunga yang lebih besar.
“Kan dia (kuasa hukum terdakwa) sudah mengakui kalau yang didakwakan JPU sudah terbukti, berarti memang ada tindak pidananya kan. Tapi kalau saya disebut menikmati hasil pengelolaan dana dari terdakwa, itu pembelaan membabi buta namanya. Kuasa hukumnya tidak mengerti esensi kasus ini. Memang saya mendapatkan bunga sesuai perjanjian, tapi saya tidak sempat menikmatinya karena Timothy terus membujuk agar bunga itu dikelola lagi oleh dia sampai akhirnya dana kelola milik saya semakin besar. Saya sendiri berani menyerahkan bunga itu untuk dikelola kembali karena ada jaminannya. Yang jadi masalah sekarang, jaminan saya ternyata tidak menjamin keamanan dana saya,” terang SF saat dikonfirmasi.