HAMPIR semua RW di DKI Jakarta berstatus zona merah. Hampir semua rumah sakit rujukan Covid -19 penuh pasien. Akibatnya beberapa rumah sakit rujukan harus membuka tenda untuk menampung pasien Covid seperti di RSUD Kramat Jati, Jakarta Timur.
Di sisi lain, TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara yang disiapkan untuk pemakaman jenazah pasien Covid, sudah separuhnya terisi. Sejak difungsikan 26 Maret 2021 lalu, kini sudah terisi 9.00 petak makam dari total yang tersedia 1.500 petak.
Inilah gambaran terkini situasi ibu kota menyusul melonjaknya kasus positif dalam sepekan ini, yang tentu saja memerlukan perhatian semua pihak.
Pemprov DKI Jakarta berupaya semaksimal mungkin memberikan pelayanan terbaiknya kepada warganya. Menambah rumah sakit rujukan seiring dengan melonjaknya warga yang terpapar Covid. Dari semula 103 menjadi 140 dari total 193 rumah sakit di Jakarta.
Jika yang terpapar bertambah 7 ribu orang, maka sebanyak itu pula tempat tidur yang harus disiapkan.
Menambah tempat tidur, menyiapkan tenda perawatan dapat segera dilakukan. Begitupun menambah fasilitas kesehatan dan kelengkapan perawatan pasien Covid. Tetapi, patut diingat, untuk menambah tenaga medis (nakes) tak semudah menambah tempat tidur. Padahal tenaga medis sangat dibutuhkan dalam penanganan pasien.
Inilah yang menjadi persoalan, jika kasus Covid terus melonjak.
Cukup beralasan jika Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan minta masyarakat ikut membantu mengatasi persoalan ini. Tentu bukan serta merta mengajak masyarakat menjadi sukarelawan nakes, mengingat untuk menjadi nakes perlu skill khusus.
Dengan menjaga diri, melindungi diri dari penularan virus corona, sudah cukup membantu. Perlu ada komitmen bersama untuk menekan kasus positif.
Caranya cukup beragam, di antaranya membatasi mobilitas keluar rumah agar tidak sampai tertular virus dari orang lain atau menularkan virus kepada orang lain. Menjauhi kerumunan, menghindari tempat-tempat umum yang dikunjungi banyak orang, perlu menjadi prioritas.
Memang menjadi tugas Pemprov/ pemda/pemkot untuk terus menerus mengawasi ruang publik agar tidak terjadi kerumunan, taat menerapkan protokol kesehatan seperti membatasi jumlah pengunjung dan jam operasional.
Ini pun, boleh jadi, masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara maksimal mengingat jumlah petugas terbatas, sementara yang diawasi begitu banyak. Apalagi ruang privat seperti acara meeting, ngopi bareng, makan bersama keluarga, dan bertemu teman, tentu akan sulit dari pemantauan. Namanya juga ruang privat, tak mungkin diawasi pemerintah.
Lantas siapa yang mengawasi? Jawabnya yang memiliki dan menggunakan ruang privat itu sendiri. Artinya diri sendiri yang mengawasi. Masing-masing mengawasi dirinya, sudahkah menerapkan protokol kesehatan secara baik dan benar.
Sudahkah melakukan upaya pencegahan secara maksimal, mencegah dirinya sendiri, keluarganya, orang-orang dekatnya, orang yang sedang bertemu, dikenalnya untuk saling melindungi diri. Sama-sama berusaha mencegah penularan Covid-19.
Mari awasi diri sendiri, sebelum diawasi orang lain karena terinfeksi. (jokles)