“ALHAMDUILLAH, kami sekeluarga dapat bantuan dari warga, kalau nggak, kami nggak tahu deh gimana nasib kami,” ujar seorang warga menceritakan ketika mereka sekeluarga terpapar Covid-19.
Satu keluarga, seorang ibu renta, anak lelaki dan istri serta dua orang anaknya, mereka terpapar, dan harus isolasi mandiri di rumah. Mereka memang tinggal serumah. Bisa dibayangkan, bahwa ia sebagai seorang bapak yang biasa keluar mencari nafkah harus juga ‘terkurung’ di rumahnya.
Ya, seperti ceritanya, dia sangat bersyukur karena untuk urusan makanan dikirim tetangganya. Makanan, minuman dan bahkan ada yang kasih vitamin serta obat-obatan tradisional yang dipercaya bisa menangkal dan membasmi penyakit tersebut.
Begitulah kisah di atas, yang begitu menyentuh hati. Sebegitu perhatiannya para tetangga ikut mengurus keluarga yang sedang punya masalah. Tanpa disuruh, apalagi kalau itu digerakan oleh pengurus RT/RW setempat, wah, hebat deh. Para tetangga, kayaknya nggak peduli harus mengeluarkan dana dan tenaga terutama emak-emak yang tergabung dalam PKK. “ Ya, buat kami yang penting tetangga bisa pulih saja, sangat senang,” kata mereka.
Gotong royong itulah yang bisa dilihat dari semua gerakan tetangga, dalam hal apapun. Dari kerja bakti membersihkan lingkungan membantu tetangga hajatan sampai ada kematian, selalu kompak, bahkan kayaknya tanpa komando. Niat baik yang ngomando hati mereka untuk bergerak!
Ya, begitulah, hidup kekeluargaan, bagi masyarakat Nusantara, di mana saja. Ini memang sudah tradisi, saling membatu dengan tetangga. Bagi mereka, karena saking dekatnya, mereka juga saling tahu isi rumah tangga masing-masing.
Mungkin ada sebagian warga yang nggak punya rasa empati, maunya sendiri-sendiri. Nggak usah disebutlah masyarakat yang kayak apa dan tinggal di mana. Mereka memang sudah memilih untuk hidup mandiri, ekslusif, nggak perlu bantuan orang lain. Yang membantu adalah uang yang mereka punya.
Bayangkan saja, misalnya ada tetangga mereka yang meninggal saja, kayaknya mereka acuh bae beh. Bahkan ketika ada perampokan, pembunuhan pun tetangga nggak ngerti. Bagaimana mau tahu, kalau rumah mereka juga dibatasi pagar dengan tembok tebal kayak penjara?
Jadi nggak ada tuh, yang dibilang seperti kata pepatah, bahwa tetangga adalah saudara terdekat. Boro-boro disebut saudara, kenal aja nggak?
Ya, sudahlah. Semoga uang mereka dapat menolong! (massoes)