NEGARA kita tak hanya memiliki kekayaan alam yang luar biasa dan budaya bangsa yang tiada duanya, juga kaya akan sumber daya manusia (SDM). Kekayaan yang kita miliki akan tumbuh dan berkembang jika tepat mengelolanya. Tapi, bisa hilang, jika salah mengemasnya. Begitu pun dengan sumber daya manusia.
Jumlah penduduk Indonesia hingga Desember 2020 tercatat 271.349.889 jiwa atau sebesar 3,47 persen dari jumlah penduduk di dunia. Disandingkan dengan negara lainnya, jumlah penduduk Indonesia terbanyak keempat di dunia setelah RRC sebanyak 1.410.470 (18,3 persen), India dengan jumlah 1.378.660 (17,9 persen) dan Amerika Serikat sebanyak 335.971.00 jiwa (4,35 persen).
Besarnya penduduk ini harus disikapi sebagai potensi sebuah negeri dalam melaksanakan pembangunan. Akan lebih berpotensi jika selain jumlahnya besar, juga berkualitas. Untuk menjadi berkualitas harus disiapkan jauh hari melalui jalur pendidikan dan pelatihan. Mulai dari lingkup keluarga hingga lingkungan sosialnya.
Itulah sebabnya muncul konsep pembangunan manusia seutuhnya. Di negara manapun, suatu negara menjadi maju, jika pembangunan tidak hanya bertumpu kepada aspek ekonomi, perlu ada peningkatan dan penguatan sumber daya manusia dan ekologi secara beriringan.
Maknanya pola pembangunan tak semata peningkatan pendapatan domestik bruto (PDB) dan investasi. Dimensi pembangunan manusia menjadi penting agar negeri kita lebih maju dan berkembang, dengan pola pembangunan tanpa merusak lingkungan, termasuk lingkungan sosial budaya kita. Itulah yang sering disebut pembangunan berkelanjutan.
Tentu membangun manusia tak hanya fisiknya, juga mentalnya. Tak hanya membangun manusia cerdas di bidang keilmuannya dan keahliannya, juga cerdas moralnya.
Manusia cerdas sangat banyak. Dapat dikatakan negara kita penuh dengan manusia-manusia cerdas. Indonesia juga banyak memiliki orang-orang hebat. Jumlahnya bisa jutaan, belasan atau puluhan juta, bahkan lebih.
Yang lebih diperlukan era sekarang adalah membangun manusia hebat bermartabat. Tak hanya memiliki kecerdasan intelektual, juga dalam dirinya terpatri kecerdasan moral.
Tak hanya memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya sebagaimana ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, tetapi memiliki kemampuan untuk memahami benar dan salah, adanya pendirian yang kuat untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan etika dan normal moral. Itulah kecerdasan moral.
Ini menjadi penting, perlu pemantapan edukasi sejak dini, agar kelak ketika menjadi pemimpin, jadilah pemimpin yang amanah, terpercaya. Pemimpin yang senantiasa memegang nilai-nilai etik dan moral, memiliki rasa kepedulian dan empati, jujur dan adil dalam bersikap dan bertindak.
Kecerdasan moral ini yang kemudian diidentikan dengan integritas. Sebuah sikap yang memancarkan potensi kewibawaan dan kejujuran, memiliki komitmen yang tinggi dan konsisten dalam melaksanakan tugasnya. Pemimpin yang demikian inilah yang pada akhirnya akan melahirkan reputasi dan mendapat kepercayaan rakyat.
Belajar dari sejarah perjuangan, para pendiri negeri dan pemimpin bangsa mendapat unconditional trust-kepercayaan dari rakyat tanpa syarat karena memiliki integritas yang tinggi.
Mari kita ikuti jejak para para pemimpin bangsa, jadilah pemimpin yang terpercaya karena senantiasa menjunjung tinggi integritas, tak hanya sebatas di atas kertas,tetapi tercermin dalam aktivitas sehari-hari. Tak hanya sebatas retorika, tapi aksi nyata. Semoga. (*)