KRAMAT JATI, POSKOTA.CO.ID - Rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi bahan pokok (PPN Sembako) mendapat penolakan dari Pedagang di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur.
Mereka menilai seharusnya pemerintah memikirkan hal lain dimana salah satunya adalah menstabilkan harga dan bukan malah mengambil pajak.
Putur, 41, salah satu pedagang daging di Pasar Kramat Jati mengatakan, kebijakan yang akan dikeluarkan itu bakal memberatkan warga yang penghasilannya berkurang.
Bahkan, rencana pemberlakuan PPN lewat Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), bakal berdampak buruk bagi warga.
"Kalau saya pribadi keberatan, karena situasinya sedang pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat sekarang saja belum normal, harga juga masih mahal," katanya, Sabtu (12/06/2021).
Dikatakan Putur, naiknya harga salah satunya adalah daging sapi lokal di lapaknya yang hingga kini mencapai Rp130 ribu per kilogram yang terjadi sejak Mei 2021 lalu.
Padahal sebelum Idulfitri 1442 Hijriah harga daging sapi lokal per kilogramnya berkisar Rp112 ribu hingga Rp115 ribu.
"Dari setelah Lebaran ini pembeli menurun 40 persen, kadang sampai 50 persen. Karena itu tadi, daya belinya berkurang. Pembeli langganan saja yang biasanya beli 10 kilogram sekarang cuman lima kilogram," ujarnya.
Atas kondisi yang terjadi saat ini, Putur menilai, dari pada membebankan PPN terhadap barang kebutuhan pokok, pemerintah sebaiknya fokus melakukan upaya menurunkan harga kebutuhan pokok.
Pasalnya, hingga kini sejumlah harga semakin tinggi, dan rencana yang dilontarkan pemerintah bertolak belakang dengan pernyataan pemerintah yang fokus memulihkan ekonomi.
"Harusnya mah urusin tingginya harga dan raya beli warga turun, kalau sudah normal baru boleh deh keluarin rencana itu," tukasnya. (*)