JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pemerhati imunisasi, Julitasari Sundoro mengatakan penyebaran hoaks terkait vaksin Covid-19 merugikan program vaksinasi yang sedang dilakukan pemerintah. Ia meminta pemerintah bisa mengatasi penyebaran hoaks tersebut.
“Karena hal ini merugikan program vaksinasi, sehingga berimbas pada rendahnya cakupan vaksinasi, tidak hanya vaksinasi Covid-19,” kata Julitasari dalam diskusi 'Hindari Hoaks seputar Vaksinasi', Kamis (3/6/2021).
Julitasari meminta agar masyarakat mendapat penjelasan dari institusi yang kredibel
dan dapat dipercaya, seperti Kementerian Kesehatan serta Kemkominfo.
“Agar masyarakat jangan menelan mentah-mentah suatu berita dan informasi. Kita harus cek kembali kalau ragu dan tidak langsung menyebarkannya,” ujarnya.
Seperti halnya menjawab keraguan masyarakat terhadap kandungan vaksin Covid-19, Julitasari menerangkan sebenarnya kandungan vaksin Covid-19 ini adalah antigen dari virus SARS-CoV-2, yang diperlukan untuk membentuk antibodi.
“Apabila mendengar ada demam atau bengkak di tempat penyuntikan, itu adalah hal yang biasa saja dalam proses pembentukan antibodi dalam tubuh manusia," katanya.
"Reaksi-reaksi ringan akibat divaksinasi itu bisa hilang dalam satu dua hari. Dalam kartu vaksinasi pun sudah diberikan nomor kontak untuk menghubungi apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI),” ujarnya menambahkan.
Salah satu vaksin Covid-19 yang digunakan untuk program vaksinasi nasional adalah
AstraZeneca. Direktur AstraZeneca Indonesia, Rizman Abudaeri menyebut pemerintah telah mempertimbangkan kajian ilmiah dan medis sehingga mendatangkan AstraZeneca.
"Tentu dasarnya adalah pertimbangan ilmiah dan medis, sehingga kita harus percaya pemerintah kita telah melakukan evaluasi mendalam sehingga vaksin-vaksin yang telah ditetapkan layak untuk membentuk herd immunity bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Rizman juga menambahkan ketika vaksin akan dipergunakan oleh suatu negara, harus mendapatkan izin oleh otoritas negara tersebut. Khusus untuk Indonesia vaksin harus mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
“Semua vaksin tidak hanya AstraZeneca harus melalui persetujuan Badan POM. Kemudian ada juga persyaratan WHO, yakni vaksin yang dikatakan efektif memiliki
efikasi lebih dari 50 persen,” ujar Rizman.