Soal TWK Pegawai KPK, Pilih Alquran atau Pancasila Dinilai Upaya Benturkan Agama dan Nasionalisme

Selasa 01 Jun 2021, 13:42 WIB
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini. (ist)

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini. (ist)

JAKARTA, POSKOTA. CO.ID - Tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), terus menjadi sorotan karena ada soal lepas jilbab dan memilih antara Alquran atau Pancasila.

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai pertanyaan dalam TWK tersebut seperti soal lepas jilbab dan memilih antara Alquran atau Pancasila merupakan upaya membenturkan keyakinan agama dan nasionalisme.

Menurut Jazuli pertanyaan itu jelas menyesatkan, menyimpang, dan merusak tatanan Pancasila dan UUD 1945 yang diwariskan oleh para pendiri bangsa. Secara khusus Jazuli Juwaini mengaitkan kasus ini dengan komitmen peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati tepat hari ini (1 Juni).

"Di momentum hari Lahir Pancasila 1 Juni ini kita semua perlu  mengokohkan pemahaman bahwa Pancasila dan konstitusi sejatinya dibangun di atas pondasi agama. Sila pertama Pancasila dan dipertegas Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Membenturkan keyakinan agama dan kebangsaan jelas salah kaprah dan salah arah," tega Jazuli di Jakarta, Selasa (1/6/2021).

 "Tiba-tiba kita dikagetkan pengakuan pegawai KPK saat TWK ditanya soal apakah bersedia melepas jilbab dan ketika dijawab tidak, si penanya menjudge bahwa yang bersangkutan egois. Demikian juga pengakuan pegawai KPK soal pertanyaan untuk memilih antara kitab suci Al-Qur'an atau Pancasila, " tandasnya.

Jazuli menandaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut jelas tendensius memisahkan agama dan nasionalisme kebangsaan. Penanya jelas tidak paham sejarah bangsa, sekaligus disadari atau tidak telah merusak dan merongrong kewibawaan Pancasila dan konstitusi.

 Anggota Komisi I DPR Dapil Banten ini mensinyalir ada upaya membentur-benturkan agama dan kebangsaan yang dilatari prasangka sesat dan phobia terhadap agama serta menganggap ketaatan pada agama sebagai ancaman (radikalisme).

 "Radikalisme, komunisme, sekularisme dan isme-isme lain yang bertentangan dengan dasar negara dan konstitusi harus kita lawan. Tapi membenturkan agama dan kebangsaan, dengan sinis menuduh orang agamis yang taat agama sebagai anti kebangsaan jelas salah besar dan harus dihentikan karena jelas bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi itu sendiri," terang Jazuli.

Pancasila dan UUD 1945, lanjut Ketua Fraksi PKS, justru mendorong setiap warga negara untuk taat dan komitmen pada agamanya masing-masing, bahkan negara menjamin perlindungannya berdasarkan Pasal 29 Ayat 2 UUD. "Agama, kitab suci, dan nilai-nilai ajarannya dihormati dan dijunjung tinggi di republik ini. Kita negara yang relijius bukan negara sekuler, jadi jangan dibentur-benturkan antara agama dan kebangsaan," tandasnya.

"Kami menuntut Presiden untuk menginvestigasi masalah ini dan mengevaluasi Tes Wawasan Kebangsaan bagi seluruh pegawai negeri, tidak hanya di KPK, agar kembali pada upaya mengokohkan Pancasila dan konstitusi. Bukan sebaliknya, memunculkan pertanyaan yang justru merusak tatanan nilai kebangsaan kita," pungkas Jazuli. (johara)

Berita Terkait
News Update