JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sejak Menteri Pertahanan (Menhan) dijabat oleh Prabowo Subianto, ruang gerak mafia alat-alat utama sistem persenjataan (alutsista) kian terjepit.
Para mafia dalam perusahaan-perusahaan yang sebelumnya akrab sebagai rekanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) itu kini dibuat tidak nyaman atas kebijakan Prabowo melakukan negosiasi langsung dengan pabrik alutsista.
"Mereka selama ini menguasai Kemhan sebelum Prabowo menjabat. Mereka menjadi gurita dan benalu di Kemhan," kata Politisi Partai Gerindra, Arief Poyuono, dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Minggu (30/5/2021).
Arief lantas membeberkan perusahaan-perusahaan yang dimaksud. Ia menyebut, PT Kartika Group yang dimiliki oleh Dodi Liem sebagai supplier senjata dan kendaraan tempur.
Selain itu, PT Citra Kuat Persada Group yang dipiloti Madam Fer. Perusahaan ini banyak menyuplai pengadaan tank-tank amfibi.
Lalu PT Daike Globalindo yang dimiliki oleh Dewo Nandino, salah satu penyuplai alutsista terbesar di Kemhan.
Arief menjelaskan, perusahaan-perusahaan itu hanyalah agen-agen dari pabrik alutsista yang selama ini yang banyak melakukan praktik pengelembungan (mark up) hingga 40-50 persen dari harga pabrik dan pasar pada setiap kontrak pembelian alutsista. "Praktik itu terjadi dari produsen hingga agen di dalam negeri," ujarnya.
"Jika tidak di-mark up harganya, biasanya banyak instrumen-instrumen atau equipment dari alutsista yang dibeli tidak dilengkapi oleh pabrik," imbuh Arief.
Dia mencontohkan saat membeli helikopter tempur atau alat angkut, belakangan diketahui helikopter tersebut hanya bisa terbang pada siang hari, karena tidak dilengkapi instrumen untuk mendukung helikopter terbang pada malam hari. Parahnya, kata Arief, tidak banyak yang mengetahui hal itu, bahkan auditor-auditor BPK yang menganalisa pembelian alutsista tersebut.
Arief menegaskan, pembelian alutsista melalui agen-agen ini jelas melanggar ketentuan Undang-Undang, sebab dalam UU diatur bahwa pembelian alutsista harus yang diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri.
"Kalau kita mau beli produk luar negeri itu dan manakala produk di dalam negeri belum dimungkinkan, maka harus dengan cara G to G (government to government) atau G to B (government to business) seperti yang saat ini menjadi kebijakan dari Menhan Prabowo, sebab jika pakai agen maka melanggar undang-undang," katanya lagi.