BEKASI, POSKOTA.CO.ID - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut menyoroti rencana kuasa hukum AT (21) alias Amri Tanjung, tersangka kasus persetubuhan di bawah umur untuk menikahi korbannya, remaja putri berinisial PU (15).
Menurut Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu rencana menikahkan tersangka dengan korbannya bukanlah solusi yang tepat sebab jika dipaksakan nanti, malah justru berpotensi menimbulkan reviktimisasi kepada korban karena adanya relasi kuasa dalam pernikahan mereka.
Korban yang dinikahkan dengan pelaku kekerasan seksual berpotensi kembali menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun psikis.
"Pernikahan bukan solusi karena adanya relasi kuasa dalam pernikahan akan berdampak buruk kepada korban," kata Edwin melalui keterangan tertulis, Sabtu (29/5/2021).
Menurut dia, mestinya yang jadi fokus bukan pada rencana pernikahan tersebut melainkan ke proses rehabilitasi korban secara medis maupun psikologis.
Sementara kasus itu bisa diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku sampai tuntas.
"Informasi yang kami dapat, korban mengalami pula trauma medis akibat menjadi korban. Ini yang perlu diperhatikan ketimbang mengupayakan pernikahan tersangka dengan korban," jelas Edwin.
Selain rehabilitasi, anak yang menjadi korban persetubuhan juga memiliki hak atas restitusi (ganti rugi), maupun layanan perlindungan lainnya seperti pemenuhan hak prosedural.
Hak-hak tersebut saat ini sedang ditelaah LPSK untuk diberikan kepada korban maupun keluarganya.
Dia pun mengingatkan agar jangan menjadikan pernikahan sebagai cara untuk keluar dari jeratan hukum.
"Pernikahan jangan sampai hanya sebagai upaya untuk mendapatkan impunitas, karena seharusnya tujuan pernikahan adalah membangun keluarga yang bahagia bukan sebagai solusi dari ancaman jerat hukum," pungkasnya. (cr02)