Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan No. 16 tahun 2017, kegiatan pemulihan wajib dilakukan pemegang usaha dan/atau kegiatan di atas lahan gambut. Sedangkan pemerintah berperan menetapkan perintah, melakukan supervisi dan menilai kegiatan pemulihan yang dilakukan.
Sepanjang periode 2015-2020, pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut (BRG) dan KLHK telah melaporkan pencapaian kegiatan restorasi. BRG menyebutkan telah tercapai restorasi seluas 645 ribu hektare dari total target seluas 1,7 juta hektare di area konsesi.
Sedangkan pada laporan terpisah, KLHK mengklaim sebanyak 294 perusahaan atau sekitar 3,6 juta hektare area konsesi HTI telah berhasil direstorasi.
Namun kedua data ini tidak bisa menjelaskan kaitan satu sama lain. Ditambah lagi, keduanya sama-sama belum ada keterbukaan data mengenai detail implementasi pemulihan lahan gambut di wilayah konsesi, dan metode apa yang digunakan untuk mengukur keberhasilan restorasi tersebut.
"Dengan ditemukannya pelanggaran yang masih terjadi di wilayah konsesi, sangat penting untuk dilakukan evaluasi terhadap implementasi kegiatan restorasi, terutama hal-hal yang menyebabkan perusahaan belum melakukan restorasi gambut. Pemerintah juga perlu memperbaiki sistem pemantauan, untuk memastikan implementasi dan efektivitas restorasi gambut di wilayah konsesi secara transparan. Selain itu, perbaikan penegakan hukum juga diperlukan sehingga dapat memberikan efek jera untuk konsesi yang melanggar peraturan," pungkas Romes.