Pemimpin Bangsa 

Sabtu 29 Mei 2021, 07:00 WIB
Logo Suara Kebangsaan

Logo Suara Kebangsaan

Oleh: Hasto Kristiyanto

Dalam berbagai kesempatan, Megawati Soekarnoputri Presiden Kelima Republik Indonesia menyampaikan bahwa menjadi Presiden itu tidak sulit, yang sulit adalah bagaimana menjadi pemimpin.

Suatu pernyataan yang nampaknya sederhana, namun kalau dipertimbangkan secara mendalam, terlebih kalau direfleksikan terhadap proses panjang perjuangan memperoleh kemerdekaan Indonesia, apa yang disampaikan oleh Megawati tersebut sangat penting untuk direnungkan.

Pemimpin dalam era modern sering dilihat pada aspek teknokratis-manajerial, kehandalan di dalam komunikasi politik, dan kepiawaian menyampaikan gagasan melalui sosial media, serta kemampuan di dalam mengambil keputusan sesuai dengan mandat dan kewenangan yang dimilikinya.

Seorang pemimpin di era modern juga dilihat sebagai sosok yang mampu mengelola perubahan yang berlangsung cepat dan dinamis, penuh ketidakpastian, ambiguitas, dan kemampuan mengelola resiko serta tantangan baru yang semakin kompleks.

Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Kepemimpinan apa yang diperlukan dan bagaimana bisa dipastikan hadirnya seorang pemimpin nasional yang mumpuni? Pertanyaan ini penting mengingat menjelang kontestasi Pemilu 2024, yang sering dilihat hanya aspek elektoral, dan yang lebih memprihatinkan lagi ketika sosok pemimpin tersebut terdegradasi dalam bentuk tampilan, popularitas atas dasar pencitraan, ataupun keterkenalan di sosial media, meski kini semua maklum bagaimana sosial media semakin memiliki pengaruh penting.

Dengan melihat besarnya tanggung jawab Presiden pada tahun 2024 yang akan datang, dan diharapkan di dalam dirinya melekat karakter kuat sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap masa depan lebih dari 270 juta rakyat Indonesia, maka sosok pemimpin bangsa dalam perspektif ideal  lahir sebagai bauran antara kepemimpinan ideologis , kepemimpinan teknokratis, dan kepemimpinan berkarakter serta kepemimpinan visioner. 

Kepemimpinan ideologis harus kokoh di dalam pemahaman terhadap Pancasila, UUD NRI 1945, dan sangat memahami rakyat yang dipimpinnya. Seluruh makna filosofis dari prinsip ketuhanan, kemanusiaan-internasionalisme, persatuan-kebangsaan, musyawarah dan keadilan sosial harus benar-benar dipahami, sehingga pemimpin tersebut menjadi pemimpin seluruh rakyat, dan sangat memahami rakyat yang dipimpinnya. Sering kali budaya organisasi yang dibangun seorang pemimpin, bukan atas dasar desain kebudayaan rakyat yang dipimpinnya. 

Namun berangkat dari kompetensi dan subjektivitas pemimpin tersebut. Ada pemimpin yang piawai di industri transportasi canggih misalnya, lalu watak kepemimpinnya hanya berorientasi mengembangkan industri transportasi, sementara rakyat memerlukan  kualitas benih unggul, peralatan mekanisasi pertanian, sistem irigasi dan aplikasi teknologi pangan terapan dll. Disini ada kesenjangan antara kemampuan pemimpin dengan harapan rakyat yang dipimpinnya.

Kepemimpinan teknokratis mencakup keseluruhan aspek bagaimana melakukan perubahan struktural dan sistemik bagi kemajuan bangsanya, antara lain mencakup kemampuan manajerial bagi peningkatan kecerdasan kolektif rakyat, kemampuan produksi rakyat, daya saing, kemampuan problem-solving, dan berbagai kemampuan untuk peningkatan taraf hidup rakyat. 

Kepemimpinan berkarakter melekat dengan kuatnya etika dan moral, keteguhan pada prinsip, kejujuran, dan keberanian mengambil keputusan bagi kemajuan jangka panjang bangsanya, meskipun pada awalnya keputusan tersebut dirasakan pahit dan beresiko.

Berita Terkait

Menunggu Izin Keramaian Turun

Senin 31 Mei 2021, 06:00 WIB
undefined
News Update