JAKARTA, POSKOTA. CO.ID - Presiden Joko Widodo harus memerintahkan instansi terkait untuk melakukan investigasi atas dugaan ditemukannya 97.000 data pegawai negeri sipil (PNS) fiktif yang masih menerima gaji maupun dana pensiun.
Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas A-Azhar Indonesia Dr Ujang Komarudin yang dihubungi di Jakarta, Kamis pagi (27/5/2021).
Menurut Ujang, 97.000 PNS fiktif itu tidak sedikit berapa keuangan negara yang hilang untuk membayar PNS fiktif tersebut, padahal satu sen pun penggunaan uang negara harus jelas peruntukkannya.
Ujang menilai lucu masih terjadi carut marutnya administrasi keuangan negara setelah era reformasi bergulir. Sebab itu, harus dilakukan investigasi siapa yang bermain di wilayah tersebut.
"Jadi harus ada orang yang bertanggung jawab hilangnya uang negara tersebut karena untuk membayar PNS fiktif tersebut," ungkap Ujang.
Sebab itu, saran Ujang, Presiden Jokowi harus menjelaskan persoalan ini kepada masyarakat, karena ini berdampak penilaian negatif terhadap pemerintah sehingga akan muncul ketidakpercayaan.
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengungkapkan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menemukan data 97 ribu data PNS fiktif. Mereka disebut tetap menerima gaji dan dana pensiun meskipun tak memiliki keberadaan yang jelas.
"Ternyata hampir 100 ribu, tepatnya 97 ribu data misterius. Dibayar gajinya, dibayar iuran pensiunnya, tapi tak ada orangnya," kata Bima.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo meluruskan informasi kebobolan gaji terhadap 97 ribu pegawai negeri sipil (PNS) fiktif.
Menurut Tjahjo, perkara tersebut merupakan kasus lama dan sudah terselesaikan. "Data PNS fiktif itu diketahui dan ditemukan pada 2015 ketika sedang dilakukan pendataan ulang PNS. Kemudian pada 2016, data sudah dirapikan sehingga tidak ada lagi PNS fiktif yang menerima gaji dan pensiun," terang Tjahjo dalam keterangannya secara tertulis. (johara)