JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat menggeledah kantor Suku Dinas Pendidikan I Jakbar terkait kasus korupsi Dana BOP dan BOS yang menjerat mantan Kepala SMKN 53 Jakbar, berinisial W dan seorang mantan staf Sudin Pendidikan Jakbar dengan inisial MF.
Menanggapi hal itu, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth mengapresiasi kinerja Kejari Jakbar membongkar praktik korupsi di lingkungan dunia pendidikan yang menelan kerugian Rp7,8 miliar dalam anggaran tahun ajaran 2018.
"Saya sangat mengapresiasi kinerja Kejari Jakbar yang berhasil membongkar praktik korupsi di dunia pendidikan, yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah dan staf Sudin Pendidikan Jakbar," kata Kenneth dalam keterangannya, Kamis (27/5/2021).
Menurut pria yang kerap disapa Kent itu, perbuatan mantan Kepsek SMKN 53 Jakbar, berinisial W dan seorang mantan staf Sudin Pendidikan Jakbar berinisial MF, sangat keji dan telah mencoreng citra dunia pendidikan.
"Saya prihatin dengan perbuatan mantan Kepsek SMKN 53 Jakbar yang seharusnya tidak perlu dilakukan, karena uang tersebut sangat diperlukan untuk keperluan sekolah dan murid-murid. Saya menilai pelaku korupsi dana pendidikan tersebut adalah merupakan perbuatan yang sangat keji," tutur Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.
Oleh karena itu, Kent meminta kepada Kejari Jakbar agar segera mengusut tuntas kasus korupsi tersebut hingga ke akar-akarnya dan tidak berhenti hanya di mantan Kepsek SMKN 53 Jakbar dan staf Sudin Pendidikan Jakbar saja.
"Usut sampai tuntas kasus korupsi ini, jangan hanya sampai di oknum kepsek dan staf Sudin Pendidikan saja. Saya sangat yakin ada bahwa masih ada oknum petinggi Dinas Pendidikan yang menikmati hasil korupsi yang menelan angka Rp7,8 miliar itu," tutur anggota dewan dari Dapil 10 Jakbar meliputi Kecamatan Grogol Petamburan, Kecamatan Taman Sari, Kecamatan Kebon Jeruk, Kecamatan Palmerah dan Kecamatan Kembangan itu.
Kent juga meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar mengevaluasi regulasi dalam penyaluran dana BOP dan BOS kepada setiap sekolah, agar tidak terjadi lagi kasus korupsi kedepannya.
"Regulasi penyaluran dana BOP dan BOS harus dievaluasi dan dibenahi lagi, agar tidak ada celah dan terjadi praktik korupsi di dunia pendidikan kembali, nominal uang yang dikorupsi sangat besar. Dan bisa membuat sejumlah oknum tergoda menyelewengkannya untuk kepentingan pribadi," sindir Kent.
Kent juga menduga, praktik korupsi di dunia pendidikan tak jauh dari oknum pejabat di Dinas Pendidikan (Disdik) yang meminta 'jatah' kepada sejumlah sekolah terkait dengan dana BOP dan BOS dengan berdalih biaya administrasi.
"Saya menduga adanya keterlibatan oknum pejabat tinggi yang memang meminta jatah kepada pihak kepala sekolah terkait pencairan dana BOP dan BOS, itu tidak bisa pungkiri. Modus mereka memintanya dengan berdalih biaya administrasi, jadi memang harus ditanam betul-betul di mindset seluruh Jajaran PNS kita semua agar bisa menjauhi praktik koruptif," beber Kent.