Membangun Partisipasi

Senin 24 Mei 2021, 07:00 WIB
Karikatur Bung Harmoko. (kartunis: poskota/arif's)

Karikatur Bung Harmoko. (kartunis: poskota/arif's)

Oleh: Harmoko

MEMBANGKITKAN partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukan dengan pemaksaan, tetapi melalui kelembutan dan sikap toleran. Bukan pula dengan memberikan iming-iming dan janji belaka, tetapi melalui keteladan dan aksi nyata.

Partisipasi yang dipaksakan akan bersifat sementara, sebaliknya jika melalui kesadaran akan langgeng sepanjang masa seperti dianjurkan para leluhur kita.

Menengok sejenak historis Sunan Kalijaga. Keberhasilannya dalam membangun umat (Islam) di nusantara ini karena sikap bijak, kelembutan dan kesabaran. Sunan Kalijaga yang bernama Raden Said ini berpendapat bahwa masyarakat akan menjauhi jika diserang pendiriannya dan adat budayanya yang sudah menjadi prinsip hidupnya. Karenanya masyarakat harus didekati secara bertahap: Mengikuti sambil terus mempengaruhi.

Syiar dengan menggunakan wayang, gamelan dan seni suara adalah bentuk toleransi kepada budaya lokal sebagai pintu masuk membangun partisipasi masyarakat. Beberapa lagu suluk ciptaannya adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul pacul. Lagu yang diciptakan di eranya, pada abad ke-14 Masehi itu teruji masih cukup populer hingga saat ini.

Yah, proses penyadaran, bukan pemaksaan dalam membangun masyarakat sebagaimana halnya telah diamanatkan dalam falsafah bangsa kita, Pancasila, di antaranya sikap toleran, tenggang rasa, tidak semena-mena, tidak pula memaksakan kehendak kepada orang lain. Tetapi yang dianjurkan adalah saling menghormati dan menghargai orang lain, termasuk di dalamnya terhadap adat dan budaya setempat (lokal).

Di era kini, partisipasi yang dipaksakan tidak saja akan dijauhi, tetapi dapat menimbulkan antipati. Kalau pun dipaksakan karena adanya kekuatan, tingkat partisipasi yang muncul hanyalah di permukaan. Sering disebut sebagai partisipasi semu.

Padahal program pembangunan akan membawa keberhasilan, jika didukung sepenuhnya oleh partisipasi rakyat, bukan segelintir orang sebagai penikmatnya.

Program akan mendatangkan partisipasi jika sejalan dengan kehendak masyarakat, sesuai kebutuhan masyarakat, dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat. Tidak pula berseberangan dengan nilai-nilai dan adat budaya setempat.

Itulah sebabnya kebijakan terpusat agar diselaraskan dengan kearifan lokal, bahkan kian mengembangkan potensi daerah. Bukan merusaknya.

Pembangunan yang dimulai dari desa, acap dikatakan “desa mengepung kota” adalah satu langkah konkret mengembangkan kearifan lokal menjadi potensi nasional.

Berita Terkait

Urip Iku Urup

Kamis 27 Mei 2021, 07:00 WIB
undefined

Jangan Cuma Jadi Penikmat

Kamis 03 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Jangan Pelit Berbagi

Kamis 10 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Satunya Kata dengan Perbuatan

Senin 14 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Kopi Pagi: Memihak yang Lemah

Senin 21 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Integritas Tak Sebatas di Atas Kertas

Kamis 24 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

News Update