"Kalau berwisata kami tidak mau, tetapi kalau mau nyaba, tiga hari sekali juga kami siap. Di rumah warga yang manapun mau menginapnya kami siap," ucapnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Dindikbud Banten M. Tabrani menyambut baik permintaan masyarakat Baduy tersebut.
Pihaknya juga sepakat ada perubahan kata wisata budaya Baduy dengan Saba budaya Baduy.
Karena memang masyarakat Baduy bukan menjadi objek yang harus ditonton dan dilihat.
"Saya kira kalau itu baik bisa kita sepakati, mudah-mudahan Kabid Kebudayaan nanti bisa mensosialisasikan, apalagi Perdesnya sudah ada, tinggal disosialisasikan. Nanti kami bantu mensosialisasikan," ujarnya.
Tabrani berharap dengan disosialisasikannya Perdes ini, setiap orang datang ke Baduy mereka tidak menjadikan masyarakat Baduy sebagai tontonan yang dilihat, tetapi mereka bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan bersama masyarakat Baduy di sana.
"Misalnya ketika mereka nyaba, harus menjaga lingkungan, jangan buang sampah sembarangan. Menjaga apa yang diaturkan disana, jangan membuat kotor, memotong tumbuhan dan lain sebagainya," jelasnya.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua DPRD Provinsi Banten Andra Soni.
Dalam pernyataannya Andra mengaku sepakat dengan permintaan masyarakat Baduy bahwasannya mereka bukan objek untuk ditonton, mereka juga punya Perdes nomor 1 tahun 2007 yang mestinya kita pelajari dan tindaklanjuti agar kekayaan Banten ini harus tetap dijaga dan dipelihara.
"Suku Baduy ini konsisten setiap tahun melakukan Seba kepada pemerintah yang sah," ucapnya. (kontributor banten/luthfillah)