Maaf Tak Sebatas Ucapan

Senin 17 Mei 2021, 07:00 WIB
Karikatur Bung Harmoko. (kartunis: poskota/arif's)

Karikatur Bung Harmoko. (kartunis: poskota/arif's)

KATA maaf bukan sebatas ucapan lisan, ungkapan kata dan tulisan, tetapi hendaknya mencerminkan sikap dan perilaku rendah hati dan kebesaran jiwa. Karenanya, kata maaf harus diikuti dengan aksi nyata untuk memperbaiki kesalahannya.

Mengapa perlu aksi nyata? Jawabnya sesungguhnya dalam kata maaf terdapat janji untuk memperbaiki diri. Janji untuk berbuat lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan.

Maknanya, seperti diajarkan para leluhur, memperbaiki adalah upaya yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, apalagi sama persis. Ini tidak saja dalam ucapan, ungkapan, dan tulisan. Tetapi yang lebih utama sikap nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga:

Lagi pula kesalahan bukanlah aib. Bahkan, orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, tak ubahnya tak pernah berbuat sesuatu. Diam tak bergerak.

Yang terpenting adalah setelah berbuat salah dan khilaf sesegera mungkin meminta maaf dan memperbaikinya melalui perbuatan nyata, bukan sebatas retorika belaka. Bukan sebatas komentar yang tidak diikuti dengan perbuatan seperti sering dikatakan dengan istilah “perbuatan tak sesuai ucapan” atau “Ucapan tidak sepadan dengan perbuatan” atau “Tidak satunya kata dengan perbuatan”.

Ini perlu diwujudkan oleh setiap orang, lebih-lebih para tokoh panutan, elite politik dan pejabat negeri melalui keteladanan.

Jika keliru berkomentar segera klarifikasi dan meminta maaf. Begitu pun jika kebijakan yang dikeluarkan kurang tepat karena hanya menguntungkan sekelompok orang, segera perbaiki, bukan mencari -cari alasan dan pembenaran. Jangan bikin bingung rakyat karena komentar dan kebijakan yang tidak tepat dan akurat.

Sebaliknya jika seseorang sudah meminta maaf atas kesalahan, sudah berusaha memperbaikinya dengan aksi nyata, hendaknya diterima dengan lapangan dada, penuh dengan keikhlasan. Bukan menjadikan momen untuk berbalas dendam, membully baik di dunia maya atau pun alam nyata. Perilaku demikian tak sejalan dengan adat budaya, etika dan moral serta jati diri bangsa kita.

Agama mengajarkan lebih dulu untuk memberi maaf sebelum orang lain meminta maaf. Memberi maaf  berarti menghapus kesalahan orang lain yang telah diperbuatnya.

Kita mesti sadar, kesalahan serupa bisa menimpa diri kita, mengingat tak ada seseorang pun yang bebas dari kesalahan.

Dan, ini yang terpenting, jangan karena kesalahan lantas menghapus seribu samudera kebaikan yang pernah ia lakukan. Sebesar apa pun kesalahan yang dilakukan seseorang, jangan pernah menghilangkan kebaikan yang pernah ia lakukan kepada kita.

Berita Terkait

Bangkit dari Zona Nyaman

Kamis 20 Mei 2021, 07:00 WIB
undefined

Urip Iku Urup

Kamis 27 Mei 2021, 07:00 WIB
undefined

Jangan Cuma Jadi Penikmat

Kamis 03 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

“Ojo Waton Ngomong”

Senin 07 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Satunya Kata dengan Perbuatan

Senin 14 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Kopi Pagi: Memihak yang Lemah

Senin 21 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Integritas Tak Sebatas di Atas Kertas

Kamis 24 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined

Kerja Bersama Tanpa Curiga

Senin 28 Jun 2021, 07:00 WIB
undefined
News Update